Kamis 09 Oct 2025 16:28 WIB

Anak Perempuan 2 Kali Lebih Berisiko Alami Gangguan Penglihatan Dibandingkan Laki-Laki

Riset menunjukkan 63 persen anak-anak menggunakan gawai lebih dari dua jam per hari.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Seorang siswi menjalani pemeriksaan mata (ilustrasi). Anak perempuan disebut memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan penglihatan dibandingkan dengan anak laki-laki.
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Seorang siswi menjalani pemeriksaan mata (ilustrasi). Anak perempuan disebut memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan penglihatan dibandingkan dengan anak laki-laki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak perempuan disebut memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan penglihatan dibandingkan dengan anak laki-laki. Pernyataan yang disampaikan dokter spesialis mata Kianti Raisa Darusman menjadi pengingat serius bagi orang tua dan tenaga kesehatan untuk memberikan perhatian ekstra pada skrining dan pemeliharaan kesehatan mata pada anak perempuan sejak usia dini.

Meskipun secara umum faktor-faktor seperti genetik, kebiasaan screen time berlebihan, dan kurangnya waktu di luar ruangan memengaruhi kesehatan mata semua anak, data statistik ini menunjukkan adanya kecenderungan biologis atau lingkungan tertentu yang membuat anak perempuan lebih rentan. “Dari hasil penelitian kami, pelajar perempuan lebih banyak mengalami penurunan fungsi mata, keterbatasan aktivitas karena penglihatan, dan gangguan sosial akibat kondisi tersebut,” kata Kianti Riasa Darusman saat ditemui usai kegiatan uji publik inovasi pemeriksaan mata dan jiwa anak Indonesia di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Baca Juga

Menurut dia, hasil penelitian mendapati hal ini bisa disebabkan oleh kebiasaan anak perempuan yang lebih sering beraktivitas di dalam ruangan dibandingkan anak laki-laki. Oleh karena itu dokter menyarankan agar anak perempuan untuk bisa aktif beraktivitas luar ruangan, yang memiliki efek protektif terhadap mata minus dibandingkan banyak di dalam ruangan.

"Adapula data riset menunjukkan 63 persen anak-anak menggunakan gawai lebih dari dua jam per hari, sementara 55 persen memiliki aktivitas luar ruangan yang rendah. Faktor ini menjadi penyebab utama meningkatnya kasus rabun jauh pada anak-anak usia sekolah," ucapnya.

Selain itu temuan lapangan juga menunjukkan anak-anak perempuan lebih sering mengalami tekanan emosional terkait kondisi mata mereka. Bahkan ia menyebut sebanyak 57 persen anak berkacamata melaporkan gejala kecemasan dan 67 persen menunjukkan tanda-tanda depresi.

"Stigma sosial terhadap penggunaan kacamata masih kuat di kalangan pelajar perempuan. Banyak anak merasa malu memakai kacamata karena takut diejek teman. Ini berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan kesehatan mental mereka,” kata dia. Oleh karena itu alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini menekankan perlunya pendekatan berbeda antara anak laki-laki dan perempuan dalam program pemeriksaan dan edukasi kesehatan mata agar intervensi bisa lebih efektif.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement