REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsumsi junk food atau makanan ultraproses menyebabkan jumlah anak obesitas di dunia telah melampaui jumlah anak yang kekurangan berat badan. Hal ini merujuk pada laporan terbaru Unicef bertajuk "Feeding Profit: How Food Environments are Failing Children".
Laporan ini mencatat sebanyak 9,4 persen anak usia 5 hingga 19 tahun mengalami obesitas secara global, sementara 9,2 persen kekurangan berat badan. Pada tahun 2000, angka kekurangan berat badan masih 13 persen, sedangkan obesitas hanya 3 persen.
Unicef menyebut lonjakan angka obesitas dipicu oleh meningkatnya konsumsi makanan ultraolahan (ultraprocessed food/UPF) seperti makanan siap saji, minuman manis, dan camilan kemasan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Makanan jenis ini disebut menggantikan konsumsi buah, sayur, dan protein dalam pola makan anak.
"Makanan ultraolahan kini mendominasi toko, sekolah, dan iklan digital, menggeser buah-buahan, sayuran, dan protein. Padahal nutrisi ini memainkan peran penting dalam pertumbuhan, perkembangan kognitif, dan kesehatan mental anak," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, seperti dilansir laman The Guardian, Jumat (12/9/2025).
Laporan juga mengungkapkan bahwa satu dari lima anak berusia 5-19 tahun tergolong kelebihan berat badan, dan dari jumlah itu, 42 persen termasuk kategori obesitas. Angka tersebut meningkat dari 30 persen pada tahun 2000.
Negara-negara Pasifik mencatat prevalensi tertinggi, seperti Niue (38 persen) dan Kepulauan Cook (37 persen). Sementara di negara-negara maju, angka obesitas anak juga tinggi, antara lain Chile (27 persen), Amerika Serikat (21 persen), dan Uni Emirat Arab (21 persen).
Unicef menyoroti lonjakan tajam terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, seiring dengan ekspansi ritel modern, layanan pesan antar, dan harga makanan olahan yang lebih murah dibanding makanan bergizi segar. Di Afrika Selatan, salah satu negara yang menghadapi beban ganda malnutrisi, satu dari delapan anak mengalami obesitas, sementara satu dari empat mengalami stunting. Unicef menyebut fenomena ini sebagai beban ganda malnutrisi.
Laporan juga menyebut bahwa obesitas masa anak dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan kanker di usia dewasa. Secara global, biaya ekonomi akibat obesitas diperkirakan akan mencapai lebih dari 4 triliun dolar AS per tahun pada 2035. Unicef mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan perlindungan anak dari lingkungan makanan tidak sehat, termasuk pelarangan iklan junk food di sekolah, pajak untuk UPF, subsidi makanan sehat, dan regulasi agar kebijakan publik tidak dikendalikan oleh industri makanan.