REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peran orang tua dinilai sangat krusial dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang bahaya dan risiko yang mungkin timbul dari keterlibatan dalam aksi demonstrasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti pentingnya edukasi ini, terutama setelah beberapa kasus tragis yang menimpa anak-anak di tengah unjuk rasa.
"Saya mengimbau orang tua agar memberikan pemahaman pada anak-anak mengenai situasi aksi unjuk rasa ini, agar anak-anak terhindar dari potensi bahaya yang mengancam keselamatannya di saat situasi tidak terkendali," kata Anggota KPAI Sylvana Maria Apituley saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Selain itu, guru dan pihak sekolah juga diminta memberi edukasi mengenai demokrasi dan sosial politik yang tepat pada anak. "Berikan ruang diskusi yang aman dan nyaman kepada anak-anak agar mereka mengembangkan pemahaman yang tepat dan punya ruang berpendapat yang jelas di sekolah tentang situasi dan eskalasi politik akhir-akhir ini dan dampaknya terhadap kehidupan anak-anak hari ini dan di masa yang akan datang," kata Sylvana.
Rangkaian aksi unjuk rasa di berbagai provinsi pekan lalu tercatat menelan 10 korban jiwa, termasuk satu anak. Korban anak tersebut berinisial ALF (16), pelajar asal Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten, yang meninggal dunia pada Senin (1/9/2025) saat menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS) Dr Mintohardjo, Jakarta, sejak Jumat (29/8/2025) karena koma.
Korban sebelumnya diduga terlibat dalam aksi unjuk rasa di kawasan DPR/MPR RI pada Kamis (28/8/2025) yang berujung ricuh.
Sementara terdapat 20 anak yang menjadi korban luka dalam kerusuhan demonstrasi di berbagai daerah. Mereka saat ini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit.