Rabu 20 Aug 2025 15:37 WIB

Visual Film Merah Putih One for All Dinilai Lemah, Pakar: Pesan Nasionalisme Jadi tak Efektif

Pesan dalam karya audio visual tak bisa lepas dari kualitas media yang digunakan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Film Merah Putih: One for All. Kritik terhadap film One for All dinilai merupakan hal wajar.
Foto: Dok. Instagram/@perfiki.tv
Film Merah Putih: One for All. Kritik terhadap film One for All dinilai merupakan hal wajar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film animasi Merah Putih: One for All produksi Perfiki Kreasindo belakangan menjadi sorotan publik. Film bertema nasionalisme dan persatuan ini menuai kritik publik lantaran kualitas visual yang dianggap belum memenuhi standar layar lebar.

Menanggapi hal ini, pakar ilmu komunikasi dari Universitas Airlangga Irfan Wahyudi menyatakan bahwa kualitas teknis dan estetika sangat penting dalam karya audio-visual. Menurut dia, penerimaan pesan akan bergantung pada pengemasan sebuah karya.

Baca Juga

"Film, baik animasi maupun non-animasi, harus memenuhi kaidah estetika karena itu berkaitan dengan penerimaan audiens. Ketika visual tidak mendukung, pesan yang ingin disampaikan berisiko tidak efektif," kata Irfan dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (20/8/2025).

Irfan menilai kritik terhadap film One for All merupakan hal wajar. Pasalnya, masyarakat kini sudah terbiasa dengan standar animasi yang tinggi sehingga ekspektasi mereka semakin meningkat.

"Dalam menikmati karya visual, yang pertama kali terlihat adalah kualitas visualnya, baru kemudian pesan yang dibawa. Jika visual lemah, maka pesan, termasuk pesan nasionalisme bisa tertutupi," kata dia.

Irfan mengatakan pesan dalam karya audio-visual tidak bisa dilepaskan dari kualitas media yang digunakan. la mencontohkan, sebagaimana dalam tulisan yang membutuhkan gaya bahasa yang baik agar isi tersampaikan, begitu pula dalam film animasi kualitas visual menjadi pintu masuk bagi audiens.

"Kalau visualnya bagus, barulah pesan bisa diresapi dengan baik. Tetapi ketika pesan heroik atau nasionalisme tertutupi oleh visual yang tidak memenuhi standar, maka dampaknya justru berlawanan dengan tujuan awal," ujar Irfan.

la juga menyoroti perbandingan publik dengan karya animasi lain yang dinilai lebih baik. Menurutnya, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri animasi lokal untuk terus meningkatkan kualitas agar mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.

Meski demikian, Irfan mengatakan satu karya dengan kualitas rendah tidak serta-merta meruntuhkan citra kreatif bangsa. Menurutnya, masyarakat sudah memiliki referensi dari berbagai karya animasi Indonesia lain yang digarap dengan serius dan menghasilkan apresiasi positif.

"Yang penting adalah kita terus belajar dan meningkatkan kualitas. Jangan sampai satu kasus dijadikan kesimpulan untuk semua karya animasi Indonesia," kata dia.

la menyoroti perlunya rumah produksi mengutamakan kualitas teknis sebelum menyampaikan pesan. Dengan begitu, pesan budaya maupun nilai nasionalisme dapat diterima audiens secara efektif dan sekaligus meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap karya lokal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement