Selasa 04 Jun 2024 14:34 WIB

Kisah Ibu Muda R Cabuli Anak, Berawal dari Iming-iming Rp 15 Juta Berujung di Penjara

Pelecehan seksual dinilai dapat berakibat buruk terhadap perkembangan psikis anak.

Rep: Ali Mansur/Gumanti Awaliyah/Rizky Suryarandika/ Red: Qommarria Rostanti
Kekerasan seksual terhadap anak. Seorang ibu muda berinisial R tega mencabuli anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun.  (ilustrator: Ananda Luriana)
Kekerasan seksual terhadap anak. Seorang ibu muda berinisial R tega mencabuli anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun. (ilustrator: Ananda Luriana)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kisah R, ibu muda berusia 22 tahun yang tega mencabuli anak kandungnya (5 tahun) membuat publik tercengang. Video wanita berdomisili di Tangerang ini bahkan tersebar di media sosial. Bagaimana awal kasus tersebut terjadi?

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengatakan semua bermula pada 28 Juli 2023 sekitar pukul 18.00 WIB. Ketika itu tersangka R  dihubungi oleh seseorang di media sosial Facebook dengan nama akun Icha Shakila yang menawarkan pekerjaan.

Baca Juga

“Pemilik akun Facebook Icha Shakila (DPO) membujuk tersangka untuk mengirimkan foto tanpa busana dengan iming-iming akan dikirimkan sejumlah uang. Karena desakan kebutuhan ekonomi, tersangka R mengirimkan foto tanpa busana milik tersangka,” ujar Ade Ary pada Senin (3/6/2024).

Kemudian, pada 30 Juli 2023 sekitar pukul 18.25 WIB tersangka R diminta membuat video dengan gaya dan skenario dari pemilik akun facebook Icha Shakila. Pelaku R juga diancam jika tidak membuat video yang diminta oleh akun Facebook tersebut maka foto tanpa busana milik tersangka yang pernah dikirim akan disebarluaskan.

“Kemudian pada hari itu juga tanggal 30 Juli 2023, tersangka mengikuti perintah dari akun facebook Icha Shakila untuk membuat video yang bermuatan pornografi antara tersangka dengan anak kandungnya. Tersangka juga dijanjikan akan dikirim uang sejumlah Rp 15 juta,” ucap Ade Ary.

Selanjutnya, setelah tersangka mengirimkan video pada sekitar pukul 19.00 WIB, tersangka mencoba menghubungi pemilik akun Facebook Icha Shakila. Namun akun Facebook tersebut tidak dapat dihubungi dan juga tidak mengirim sejumlah uang yang telah dijanjikan sebelumnya.

Akibat perbuatannya, pelaku R disangkakan melanggar Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 88 jo Pasal 76 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Untuk ITE ancaman pidana 6 tahun. Kemudian, undang-undang Pornografi ancaman pidana maksimal 12 tahun. Sedangkan, untuk undang-undang perlindungan anak ancaman pidana maksimal 10 tahun," ujar Ade Ary. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, pelecehan seksual yang dialami bocah tersebut bisa berdampak buruk terhadap perkembangan psikisnya. “Memori buruk tersebut akan melekat di otak anak dan membuatnya trauma, sehingga dapat berpengaruh pada tumbuh kembangnya,” kata Komisioner KPAI Dian Sasmita saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (4/6/2024).

Dian mengatakan orang tua seharusnya menjadi pelindung sang buah hati, bukan malah menjadi pelaku pelecehan. “KPAI sangat prihatin dengan kasus seorang balita X yang mengalami kekerasan seksual dan psikis dari ibunya,” kata Dian.

Dian meminta pemerintah daerah dengan dukungan tenaga profesional seperti psikolog dan pekerja sosial untuk memberikan pendampingan terhadap korban. Sesuai dengan Amanah Konvensi Hak Anak Pasal 39, negara wajib mengambil langkah-langkah rehabilitasi untuk membantu anak korban.

“Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan tanpa diskriminasi dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Kelangsungan hidup dan perkembangan maksimal si anak harus dijamin dan pandangan anak harus dihormati,” kata Dian.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengawal kasus kekerasan seksual tersebut. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyampaikan telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Tangerang Selatan untuk memastikan korban mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhan.

"Kekerasan seksual pada anak adalah tindakan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat mana pun. Kami mengecam keras tindakan kekerasan ini dan mendukung langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk memastikan keadilan bagi korban," kata Nahar dalam keterangan pers pada Selasa (4/6/2024). 

Saat ini, kasus tersebut dalam penanganan Polda Metro Jaya di Subdit IV/Tindak Pidana Siber. Pelaku sudah diciduk polisi pada 2 Juni 2024. "Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian sementara korban sudah mendapatkan layanan dari pihak UPTD PPA Tangerang Selatan," ujar Nahar.

Dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, KemenPPPA berkoordinasi dengan UPTD PPA kota Tangerang Selatan dan Polda Metro Jaya  untuk memastikan korban mendapatkan hak-haknya, termasuk pemulihan fisik dan psikis. "Kami mendorong agar proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan dengan cepat dan adil," ujar Nahar. 

KemenPPPA siap memantau dan memastikan anak korban mendapatkan keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku. KemenPPPA akan memberikan bantuan pendampingan baik secara hukum maupun psikologis kepada korban. 

"KemenPPPA terus mengajak seluruh orang tua dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi anak dari potensi dan ancaman kekerasan di lingkungan sekitar," ujar Nahar.  

Penyebar video dapat dipidana

Polisi mengimbau masyarakat tidak menyebarluaskan video R (22 tahun) bersama anak kandungnya (5 tahun). Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan pelaku berinisial R sebagai tersangka dan masih menyelidiki identitas pelaku lainnya. 

"Mohon kami juga mengimbau jangan disebarkan kembali. Tolong rekan-rekan media juga sampaikan ini ke masyarakat," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada awak media, Senin (3/6/2024).

Bagi masyarakat yang sudah mendapatkan video asusila tersebut tidak menyebarkan kembali ke media sosial atau yang lainnya. Dia menegaskan, seseorang yang menyebarkan video bermuatan pornografi dapat dipidana dengan disangkakan pasal terkait Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Karena ini berisiko hukum, karena penyebar video atau konten yang bermuatan asusila itu dapat dipidana berdasarkan UU atau pasal yang dipersangkakan di undang-undang ITE," kata Ary.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement