REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film bisu hitam putih karya Garin Nugroho, Samsara, sukses tayang perdana di Esplanade Concert Hall, Singapura, pada 10 Mei 2024. Siaran resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (15/5/2024), melaporkan lebih dari 1.000 penonton dan undangan yang hadir, memberikan standing ovation pada pertunjukan cine-concert yang memadukan penayangan film dengan penampilan musik secara langsung itu.
Produser film Samsara, Gita Fara, mengatakan, pertunjukan ini diharapkan memberikan pengalaman sinematik yang luar biasa bagi penonton. “Penonton bisa merasakan kembali ke masa lalu, tetapi juga merasakan masa depan dengan kolaborasi yang avant garde antara sinema, musik tradisi Gamelan Yuganada, dan musik elektronik Gabber Modus Operandi,” kata dia.
Sementara itu, sang sutradara, Garin Nugroho, merasa bangga bisa kembali menampilkan karyanya di Esplanade Concert Hall setelah tujuh tahun.
“Sambutan spontan dan tepuk tangan yang luar biasa dari penonton Esplanade adalah sebuah dorongan kreativitas untuk mencipta dan untuk datang dan datang lagi ke Esplanade,” kata dia.
Salah satu penonton, Faris Samok, menceritakan pengalamannya setelah menonton. Iringan musik tradisional dan elektronik ketika menyaksikan film seolah membawanya hanyut ke dalam dimensi yang berbeda.
“Pertunjukan ini membawa saya ke dimensi yang berbeda dan saya benar-benar hanyut dalam orkestra yang memadukan musik tradisional dan modern. Mulai dari kostum hingga gaya bercerita yang unik, kolaborasi yang fenomenal. Sungguh sebuah cine-concert yang akan saya nantikan kesempatannya untuk menonton kembali,” ujarnya.
Setelah sukses di Singapura, Samsara akan melanjutkan perjalanannya ke festival-festival dan panggung seni budaya lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri.
Film Samsara dibintangi oleh aktor Ario Bayu dan penari keturunan Indonesia-Australia, Juliet Widyasari Burnett. Film ini merupakan hasil kolaborasi Cineria Films, Garin Workshop, dan Lynx Films bersama Esplanade-Theatres on the Bay Singapura dan Silurbarong.co dengan dukungan dari Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek) dan Yayasan Puri Kauhan Ubud.
Film Samsara mengambil latar tempat di Bali tahun 1930-an, bercerita tentang seorang pria dari keluarga miskin yang ditolak lamarannya oleh orang tua kaya dari perempuan yang dia cintai.
Pria itu kemudian membuat perjanjian gaib dengan Raja Monyet dan melakukan ritual gelap untuk mendapatkan kekayaan. Namun, dalam prosesnya ritual itu justru menimbulkan penderitaan.
Samsara menampilkan banyak elemen pertunjukan tradisional Bali seperti orkestra gamelan, tari tradisional, topeng, dan wayang yang dipadukan dengan musik elektronik digital serta tari dan topeng kontemporer.
Produksi film melibatkan para seniman yang telah berpengalaman dan mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya, termasuk produser Gita Fara dan Aldo Swastia, penata busana Retno Ratih Damayanti, penata artistik Vida Sylvia, sinematografer Batara Goempar, I.C.S., dan koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani (Bumi Bajra).