Sabtu 27 Apr 2024 12:05 WIB

Psikolog Ungkap Pengaruh Pertunangan Anak terhadap Perkembangan Psikologis

Tradisi abekalan dapat memengaruhi kesehatan mental anak.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Friska Yolandha
Psikolog keluarga dan anak Universitas Airlangga (Unair) Prof Nurul Hartini menyoroti tradisi abekalan, yakni pertunangan melalui perjodohan yang biasa dilakukan masyarakat Madura.
Foto: Pixabay
Psikolog keluarga dan anak Universitas Airlangga (Unair) Prof Nurul Hartini menyoroti tradisi abekalan, yakni pertunangan melalui perjodohan yang biasa dilakukan masyarakat Madura.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Psikolog keluarga dan anak Universitas Airlangga (Unair) Prof Nurul Hartini menyoroti tradisi abekalan, yakni pertunangan melalui perjodohan yang biasa dilakukan masyarakat Madura. Dimana pertunangan perjodohan tersebut kerap kali dilakukan terhadap anak usia dini.

Nurul menjelaskan, secara psikologis, individu mulai mempertimbangkan intimate relationship saat menginjak usia remaja. Artinya, kata dia, kematangan psikologis individu mulai terbentuk ketika memasuki usia dua puluhan.

Baca Juga

"Dari segi perkembangan psikologis, seseorang mulai berpikir untuk membangun hubungan komitmen saat memasuki usia dewasa awal. Undang-Undang Pernikahan menyebutkan bahwa usia 19 tahun baru boleh menikah. Padahal individu baru memahami edukasi secara psikologis sekitar usia 20 tahun ke atas," kata Nurul, Sabtu (27/4/2024).

Maka dari itu, lanjut Nurul, tradisi abekalan dapat memengaruhi kesehatan mental anak. Meskipun, belum dapat dipastikan seberapa jauh pengaruh tradisi ini terhadap kesehatan mental anak.

Namun demikian, lanjut Nurul, orang tua dan budaya tidak dapat disalahkan secara langsung. Menurutnya, komunitas dan tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan edukasi dan pengaruh positif terhadap tradisi ini.

"Ada perjalanan panjang dan pertimbangan-pertimbangan yang akan berubah seiring dengan edukasi yang baik dan literasi yang positif. Selain itu, pendidikan dan literasi yang konstruktif lebih penting daripada sekedar menyalahkan," ucapnya. 

Nurul pun merekomendasikan pendekatan edukasi melalui lingkungan dan pola asuh yang konstruktif bagi perkembangan anak-anak. Sebab, kata dia, stimulasi dan perlakuan yang diberikan oleh lingkungan akan berdampak pada perilaku anak.

"Apapun treatment pola asuh orang tua diharapkan dapat memberikan support positif untuk perkembangan anak," kata dia.

Nurul menambahkan, seiring perkembangan zaman, sebenarnya tradisi abekalan mulai tergerus. Dimana sebagian masyarakat Madura sudah mulai meninggalkan tradisi pertunangan anak usia dini. Menurut Nurul, pergeseran itu menjadi titik terang terhadap peningkatan pendidikan dan kesejahteraan anak.

"Orang tua perlu memahami bahwa setiap usia perkembangan anak memiliki tugas yang berbeda. Anak di bawah usia enam tahun seharusnya lebih banyak mengeksplorasi hal yang berkaitan dengan perkembangan sensorik, motorik, dan kesiapan belajar," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement