REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) menjadi salah satu dari tiga penyebab kematian tertinggi di dunia. Sebanyak 90 persen dari kematian ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Apa sebenarnya PPOK itu?
Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Triya Damayanti, SpP(K), PhD, menjelaskan PPOK sangat lazim terjadi pada populasi umum dan saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dan diperkirakan menjadi nomor tiga penyebab kematian.
Ia menjelaskan secara global prevalensi kurang lebih 10 persen. Di Indonesia sendiri, menurut data dari Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia yang diterbitkan oleh PDPI tahun 2023, jumlah penderita PPOK di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta orang dengan prevalensi 5,6 persen dari 270 juta penduduk.
Namun tidak menutup kemungkinan masih banyak masyarakat yang belum terdiagnosis karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lainnya.
Menurut dr Triya, jumlah penderita PPOK akan terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah perokok dan kualitas udara yang kurang baik di beberapa wilayah Indonesia. "Jumlah ini akan terus meningkat karena populasi dunia terus menua dan terpajan oleh berbagai faktor risiko salah satunya adalah merokok. Selain itu, juga polusi udara baik didalam dan luar ruangan," ungkap dr Triya dalam acara Kampanye Peduli Paru OK yang diselenggarakan PT Glaxo Wellcome Indonesia (GSK Indonesia) bersama PDPI dalam rangka peringatan Hari PPOK Sedunia 2023 (World COPD Day 2023), di Jakarta belum lama ini.
Hal ini sejalan dengan laporan Global Initiatives for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2023, yang menyebutkan bahwa faktor risiko PPOK paling umum adalah asap rokok dan polusi udara, yang berasal dari partikel kimia, gas industri atau rumah tangga.
Dokter Triya mengatakan PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Karakteristik PPOK yang lain adalah progresif jadi makin lama makin turun fungsi parunya. "Ini biasanya pasien mengeluh keluhan sesak napas, batuk kronik dan juga berdahak," ujarnya.
PPOK umum ditemukan pada populasi masyarakat berusia di atas 40 tahun dengan beberapa faktor risiko. Pasien cenderung kurang menyadari saat didiagnosis PPOK, sehingga sering kali datang ke Dokter dalam kondisi yang lebih buruk.
PPOK disebabkan oleh peradangan saluran napas jangka panjang, yang menimbulkan keluhan batuk menahun, sesak napas, produksi dahak berlebihan, yang membatasi aktivitasnya sehari-hari dan menurunkan kualitas hidupnya.
Dokter Triya Damayanti menambahkan PPOK berhubungan erat dengan kejadian flu yang serius. Data Centers for Disease Control (CDC) menunjukkan 9 dari 10 orang yang dirawat di rumah sakit akibat flu ternyata juga menderita penyakit kronis seperti PPOK, sehingga sangat direkomendasikan agar semua orang berusia 6 bulan atau lebih untuk menerima vaksin flu setiap tahunnya. "Ini juga menjadi hal yang penting bagi pasien PPOK," ujar Triya.