REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjaga kesehatan telinga dan pendengaran menjadi hal yang sangat penting, karena komponen tersebut berpengaruh besar terhadap keseimbangan tubuh. “Keseimbangan manusia, dikontrol, dipertanggungjawabkan oleh alat keseimbangan di belakang telinga, mata, dan proprioseptif,” kata Guru Besar Neuro-Otologist Universitas Indonesia Profesor Jenny Bashiruddin, Selasa (31/10/2023).
Ia menyebut bahwa fungsi telinga, khususnya bagian dalam memang jarang disadari oleh manusia. Organ tersebut merupakan kunci dari indera pendengaran dan fungsi keseimbangan tubuh seseorang.
Menurut dia, pada telinga bagian dalam terbentuk semi lingkaran berisi cairan endolimfe dan sensor gerakan yang menyerupai rambut-rambut halus atau dikenal dengan kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis tersebut dihubungkan oleh kantung utrikulus dan sakulus yang juga memiliki sensor gerakan.
“Ketiga organ inilah yang sama-sama berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh,” katanya.
Saat anggota tubuh bergerak, kata dia, cairan di dalam organ telinga juga ikut bergeser sehingga menggerakkan rambut-rambut halus di dalamnya, kemudian sensor gerak dan keseimbangan akan mengirimkan pesan ke otak untuk memberi tahu tubuh agar tetap menyeimbangkan tubuh. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa otak akan merespons untuk memberikan perintah kepada otot di seluruh tubuh agar bisa berkoordinasi sedemikian rupa sehingga tubuh berada dalam keadaan seimbang.
“Sistem inilah yang membuat manusia bisa tetap berdiri stabil dan seimbang, misal di dalam mobil atau kereta yang bergerak cepat," katanya.
Untuk itu, Ia kembali mengingatkan agar setiap orang bisa peduli terhadap kesehatan telinga, tidak hanya bagian dalam tetapi juga area luar telinga. Menurutnya, penurunan tingkat pendengaran sering terjadi pada lansia karena proses degenerasi atau penurunan fungsi, baik otot maupun saraf.
Namun, dirinya memastikan bahwa gangguan pendengaran kesehatan pada telinga bisa dicegah sejak dini dengan pola hidup sehat, pemeriksaan kesehatan secara rutin, olahraga dan tidur yang teratur. Data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada Februari 2023, menunjukkan bahwa lebih dari lima persen populasi dunia atau setara dengan 466 juta orang memerlukan rehabilitasi untuk mengatasi gangguan pendengaran yang mereka alami.
Dari data tersebut, 432 juta orang diantaranya merupakan rentang usia dewasa dan lansia, sementara sisanya 34 juta merupakan kelompok anak-anak. Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat dan mencapai 700 juta orang atau 1 dari setiap 10 orang akan mengalami gangguan pendengaran dan memerlukan rehabilitasi pada 2050.
WHO memperkirakan bahwa gangguan pendengaran yang tidak ditangani bisa menimbulkan kerugian global secara tahunan sebesar 980 miliar dolar AS. Hal itu mencakup biaya sektor kesehatan tidak termasuk biaya alat bantu dengar, biaya dukungan pendidikan, hilangnya produktivitas, dan biaya sosial. Dari rincian biaya tersebut, 57 persen diantaranya disebabkan oleh negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.