REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rokok elektrik atau vape mulai gencar dilarang di banyak negara, seperti Inggris, Jerman, Prancis hingga Selandia Baru. Saat ini, ilmuwan memperingatkan kerusakaan sistem kekebalan tubuh atau imunitas sebagai dampak dari vaping.
Menurut para ilmuwan, kemampuan vaping untuk mengurangi aktivitas neutrofil tanpa memperhatikan nikotin mungkin memiliki efek kesehatan jangka panjang. Dalam beberapa tahun terakhir, vape telah menjadi alternatif rasa rokok. Kini, sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa menghirup uap dari rokok elektrik dapat menghambat sel-sel kekebalan tubuh untuk berfungsi secara normal.
Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di University of Birmingham, Inggris ini menganalisis efek paparan langsung uap yang mengandung nikotin dan bebas nikotin pada sel, atau dikenal sebagai neutrofil.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kerusakan paru-paru akibat merokok dapat menyebabkan gangguan neutrofil. Menurut penelitian, dalam tubuh yang sehat, neutrofil biasanya melindungi paru-paru dengan melakukan perjalanan dari darah ke area yang berpotensi mengalami kerusakan sebelum melakukan sejumlah tugas pencegahan.
“Rokok elektrik terbukti memiliki dampak yang lebih rendah untuk membantu perokok berhenti merokok, tapi data kami menambah bukti terkini bahwa rokok elektrik tidak berbahaya dan menyoroti perlunya mendanai penelitian jangka panjang pada pengguna vape,” kata Dr Scott, profesor ilmu pernapasan di Birmingham University, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip, Kamis (14/9/2023).
Para peneliti menganalisis 40 sampel dari orang-orang yang belum pernah merokok atau menggunakan vape. Kemudian, mereka memberikan 40 isapan vape tanpa rasa pada neutrofil yang berasal dari darah, yang menurut penelitian sebelumnya merupakan paparan harian yang minimal
Para ilmuwan menemukan bahwa meskipun sel-sel tersebut masih hidup setelah terpapar uap rokok elektrik dalam waktu singkat dan dalam tingkat rendah. Namun, tidak lagi dapat bergerak secara efisien dan tidak dapat melakukan peran pertahanan seperti biasanya. Patut dicatat bahwa uap dari e-liquid tanpa nikotin memiliki kelemahan yang sama dengan uap dari e-liquid yang mengandung nikotin.
“Oleh karena itu, dampak uap rokok elektrik terhadap mobilitas mereka menjadi sangat memprihatinkan, dan jika hal ini terjadi pada tubuh, maka mereka yang rutin menggunakan rokok elektrik berisiko lebih besar terkena penyakit pernapasan,” kata David Thickett, profesor dalam Kedokteran Pernapasan di University of Birmingham.
Thickett juga pimpinan klinis untuk University Hospitals Birmingham (UHB) dan salah satu penulis penelitian ini. Menurut para ilmuwan, kemampuan vaping untuk mengurangi aktivitas neutrofil tanpa memperhatikan nikotin mungkin memiliki efek kesehatan jangka panjang. Temuan penelitian ini dipublikasikan dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology.