Rabu 14 Jun 2023 16:16 WIB

Jual Makanan Non Halal, Pedagang di Luar Negeri Lebih Jujur?

Konsumen Muslim juga perlu punya kontrol diri terhadap makanan non halal.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Makanan non halal (ilustrasi). Pelaku usaha makanan di Indonesia diminta lebih jujur terkait kehalalan produk makanannya.
Foto: Republika
Makanan non halal (ilustrasi). Pelaku usaha makanan di Indonesia diminta lebih jujur terkait kehalalan produk makanannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pelaku usaha di Tanah Air diminta untuk mengedepankan kejujuran, utamanya ketika berkaitan dengan persoalan halal dan haram produknya. Founder Halal Corner Aisha Maharani menilai, hingga kini masih banyak pelaku usaha makanan di Indonesia yang belum jujur soal hal itu dan hanya mengutamakan profit bisnis.

“Ini jadi kelemahan di Indonesia, pelaku usahanya tidak jujur. Suka banyak yang klaim masaknya dibedain antara menu halal dan haram, padahal pada kenyataannya enggak. Beda dengan di Singapura dan Malaysia, pelaku usahanya lebih jujur. Bahkan kalau kita pakai hijab, dan di situ menyediakan menu haram, pasti kita dilarang makan di situ,” kata Aisha kepada Republika.co.id, Selasa (13/8/2023).

Baca Juga

Selain dari pihak produsen, konsumen Muslim pun dinilai perlu memiliki kontrol dan kesadaran diri ketika hendak membeli produk makanan tertentu yang belum mendapat sertifikasi halal. Menurut dia, sertifikasi halal itu penting untuk menjamin bahwa kehalalan suatu produk.

“Kalau sudah ada sertifikasi halal, kan kita sebagai Muslim pasti tidak waswas. Kami sudah sering edukasi soal ini melalui berbagai platform sosial media Halal Corner,” kata Aisha.

Dia melihat, saat ini masih banyak Muslim dan Muslimah yang ikut-ikutan FOMO (fear of missing out atau istilah yang merujuk pada perasaan takut ketinggalan tren-Redaksi) untuk mencoba restoran dan makanan yang viral atau direkomendasikan food vlogger. Padahal, bisa saja makanan tersebut tidak halal atau belum mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Aisha menyebut, apabila seorang Muslim telah mengetahui bahwa sebuah restoran menjual makanan non halal, sebaiknya jangan makan di sana. Apabila Muslim tetap makan di sana, maka sama saja seperti mengabaikan syariat agama.  Meski ada klaim dari pihak restoran bahwa ada perbedaan dalam proses memasak, namun bisa saja ada kontaminasi dari bahan-bahan yang tidak halal.

“Iya kadang memang suka banyak yang bebal dan abai. Sudah tahu restoran itu menyediakan menu non halal, tapi tetap saja datang, mungkin bisa jadi karena gengsi. Tidak mementingkan syariat,” kata Aisha.

Meski begitu, Aisha menilai literasi umat Islam di Indonesia terhadap makanan halal dan haram sudah mengalami peningkatan. Namun memang, kata dia, kesadaran umat terkait masalah ini masih belum maksimal.

“Jika dibandingkan dengan tahun 90-an atau 2000-an, masih lebih baik sekarang dari segi literasinya ya. Tapi kalau di tingkat maksimal saya rasa belum,” kata Aisha.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam beberapa hari ini, kasus restoran Mamma Rosy menjadi perbincangan di media sosial. Penyebabnya, karena waitress Mamma Rosy menyajikan menu daging babi kepada konsumen yang beragama Islam. Pengelola restoran Mamma Rosy telah meminta maaf dan menjatuhkan sanksi kepada staf yang menyebabkan masalah itu.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement