Kamis 11 May 2023 15:59 WIB

Risiko Anak Kena Penyakit Lupus Naik Saat Usia 10 Tahun Lebih

Gejala lupus pada anak-anak tidak berbeda seperti yang dialami oleh orang dewasa.

Anak mengalami demam (ilustrasi). Demam merupakan salah satu gejala penyakit lupus. Risiko penyakit ini meningkat pada anak berusia 10 tahun lebih.
Foto: Republika
Anak mengalami demam (ilustrasi). Demam merupakan salah satu gejala penyakit lupus. Risiko penyakit ini meningkat pada anak berusia 10 tahun lebih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak Rumah Sakit UI, dr Annisa Rahmania Yulman, menjelaskan bahwa penyakit lupus juga bisa menyerang anak-anak. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) bisa muncul pada segala usia.

"Namun memang jarang sekali terjadi di bawah lima tahun. Biasanya prevalensi akan semakin meningkat ketika anak melebihi usia 10 tahun atau melewati masa dekade pertamanya. Pada anak, usia yang sering mengalami itu remaja," kata Annisa saat diskusi daring di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Baca Juga

Dia mengatakan, seperti pada dewasa, yang sering terkena penyakit lupus adalah perempuan dibandingkan dengan laki-laki. "Walaupun pada anak-anak dikaitkan dengan estrogen pada perempuan, tapi pada pre-pubertas pun di mana kadar estrogennya belum terlalu tinggi, anak-anak perempuan juga kita lebih banyak mengalami," ujarnya.

Annisa mengatakan, gejala lupus pada anak-anak tidak berbeda seperti yang dialami oleh orang dewasa. Gejalanya bisa mengalami fatigue atau mudah lemas, demam, perubahan berat badan, nyeri otot atau nyeri tekan, dan pembesaran kelenjar.

Dia menyebut, gejala spesifik organ pada anak-anak biasanya tiba-tiba bengkak di area ujung-ujung jari, pergelangan, atau lutut. Kemudian pada kulit juga bisa timbul kemerahan di area pipi. "Sangat sensitif dengan sinar matahari, dan sariawan berulang juga termasuk yang sering pada anak," kata dia.

Selain itu, Annisa juga menjelaskan bahwa anak yang mengidap lupus juga bisa mengalami masalah pada ginjal dari 27 hingga 59 persen. Gejala yang dialami misalnya urine berwarna coklat seperti teh dan urin semakin sedikit.

"Kalau diperiksakan di laboratorium biasanya juga kita lihat adanya kebocoran protein dalam urin. Ini merupakan indikasi dilakukannya biopsi atau pemeriksaan lanjutan untuk melihat gambaran ginjal anak," kata Annisa.

Annisa mengatakan, gejala neurologis juga cukup sering ditemui pada anak-anak dengan lupus. Mereka akan mengalami kesulitan dalam konsentrasi dan berpikir, kebingungan atau kehilangan memori, depsis atau kecemasan, nyeri kepala, kejang, kebas, hingga kepanasan atau kesemutan pada tangan dan kaki.

"Mata juga termasuk gejala yang sering pada anak. Biasanya ditemukan mata kering yang mudah diidentifikasi. Kemudian kita juga sering temui gejala hematologi. Jadi anaknya ini tampak pucat, gampang memar, terus bintik-bintik merah," jelasnya.

Jika mengalami gejala-gejala tersebut, Annisa mengimbau orang tua segera memeriksakan anaknya ke dokter bagian alergi dan imunologi. Jika tidak ada, orang tua juga bisa pergi ke bagian dokter anak umum.

"Dari dokternya itu biasanya minimal empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96 persen sensitivitas dan 96 persen spesifisitas untuk mendiagnosis SLE. Meskipun diagnosis ini sangat sulit, butuh waktu. Tapi dengan gejala yang semakin sering atau semakin nyata terlihat itu bisa diidentifikasi cepat untuk mendapatkan pengobatan," kata dia.

"Jika anak menderita lupus, karena ini pengobatan jangka panjang kemudian mengalami kerusakan berbagai organ, jadi kita pemantauannya itu harus komprehensif dan disiplin. Jadi harus sabar sebagai orang tua atau anaknya mengikuti program atau tata laksana yang sudah dianjurkan," jelasnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement