REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanyi Mahalini dan Rizky Febian melangsungkan pertunangan pada Ahad (7/5/2023). Kabar tersebut membuat penggemar ikut berbahagia lantaran kedua idolanya menuju jenjang hubungan serius yaitu pernikahan. Namun di sisi lain, banyak warganet yang mempertanyakan soal keyakinan Mahalini dan Iky (panggilan Rizky Febian) karena keduanya menganut agama berbeda.
Iki beragama Islam, sedangkan Mahalini non-Muslim. Bagaimana sebenarnya pengaturan pernikahan beda agama di Indonesia?
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis pernah menjelaskan, terdapat tiga fakta larangan nikah beda agama karena bertentangan dengan hukum. Pertama, hal itu menyalahi Undang-undang Republik Indonesia tentang perkawinan.
Cholil menjelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dari rumusan di atas, menurut dia, dapat diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan.
“Ketentuan pasal ini menunjukan bahwa perkawinan dinyatakan sah manakala ditetapkan berdasarkan hukum agama yang dipeluknya,” ujar Cholil, seperti dikutip dari laman Halal MUI, beberapa waktu lalu.
Pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 4 tertulis mengenai perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menikah beda agama dianggap juga bertentangan dengan hukum Islam, salah satunya tertuang dalam surat al-Baqarah ayat 221.
Menurut Cholil, dalam Tafsir al-Baghawi, ayat tersebut merujuk pada kisah Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi yang meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi anak seorang wanita Quraisy. Rasul melarang hal tersebut, karena Ibnu Abi Martsad seorang Muslim.
Fakta ketiga, bertentangan dengan keputusan organisasi Islam besar se-Indonesia, di antaranya MUI, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. MUI telah mengeluarkan fatwa tentang larangan pernikahan beda agama.
“Hal ini tercatat dalam keputusan MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005,” kata dia.
NU juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, organisasi Muhammadiyah dalam keputusan Muktamar Tarjih ke-22 tahun 1989 di Malang Jawa Timur telah menarjihkan atau menguatkan pendapat yang mengatakan tidak boleh menikahi wanita non-Muslimah. Dasar beberapa hukum di atas baik secara perundang-undangan, tafsir, maupun hukum fikih dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama hukumnya tidak sah dan haram.