Selasa 18 Apr 2023 20:16 WIB

Makanan Berlabel No MSG, Sudah Pasti Bebas Mecin?

Mecin sering dianggap sebagai penyebab berbagai penyakit hingga kebodohan.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Monosodium glutamat (MSG) atau mecin. Sebagian produk makanan menyantumkan label no MSG. (ilustrasi)
Foto: Needpix
Monosodium glutamat (MSG) atau mecin. Sebagian produk makanan menyantumkan label no MSG. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang menganggap mecin dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga sebagai penyebab kebodohan. Anggapan tersebut membuat banyak konsumen menghindari penggunaan mecin atau monosodium glutamat (MSG) dalam masakannya.

Bahkan tak jarang mereka memilih restoran atau rumah makan yang menjual makanannya dengan label non MSG. Namun apakah benar label tersebut menandakan makanan benar-benar bebas MSG?

Baca Juga

Dosen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Dede Robiatul Adawiyah, menjelaskan saat ini ada beberapa produk makanan yang mengeklaim tanpa ada penambahan MSG, dan hanya mengandung jamur, yeast, dan sebagainya. "Namun secara ilmiah, produk makanan ini sebenarnya juga mengandung asam glutamat yang juga terkandung dalam MSG, bahkan produk makanan ini dijual dengan harga yang lebih mahal dari MSG," ujarnya dalam media workshop yang bertajuk “Cinta Pakai Mecin, Why Not?”, Senin (16/4/2023).

MSG atau yang dikenal sebagai mecin, adalah salah satu penyedap rasa semua masakan yang terbuat dari garam natrium dan asam glutamat. Asam glutamat pada mecin dapat memberikan rasa gurih yang berbeda dari penyedap makanan lainnya.

Berdasarkan sejarahnya, MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada 1908 oleh seorang profesor bernama Kikunae Ikeda. Kikunae Ikeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut untuk dijadikan butiran MSG. Prof Dede menjelaskan, asam glutamat adalah penyusun protein sehingga makanan sumber protein dapat mengandung asam glutamat dalam bentuk terikat maupun dalam bentuk bebas.

MSG ini bisa berasal dari berbagai sumber. Sumber hewani diantaranya daging sapi, daging ayam, telur, ikan, udang, kerang, cumi jeroan, dan susu. Sementara sumber nabati diataranya tomat, jamur merang dan jenis jamur payung lainnya, rumput laut konbu, kedelai dan kacang-kacangan lain juga bawang putih.

"Makanan fermentasi dari sumber protein diatas, seperti keju, ikan peda, terasi udang, terasi ikan, tempe, kecap, tauco akan lebih kuat rasa umaminya, karena lebih banyak mengandung asam glutamat bebas, rasa umami dengan adanya garam NaCl," ujarnya.

Khusus pada daging, ikan, jamur terdapat MSG plus nukleotida (IMP, AMP, GMP), umami lebih kuat 100 kalo lipat atau lebih. Lalu apakah MSG aman digunakan? Menurutnya, MSG aman dikonsumsi oleh semua tahapan usia. Kadar keamanan MSG dijelaskan pada Permenkes dan BPOM. "Sifatnya tidak menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan dengan batasan pemakaian secukupnya," ujar Prof Dede.

Bahkan lembaga internasional seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat (AS) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah memverifikasi keamanan MSG. Menurutnya, MSG mempunyai rasa yaitu rasa umami yang merupakan rasa dasar kelima, selain asin, asam, manis dan pahit, karena MSG memiliki reseptor sendiri pada permukaan lidah dan aman dikonsumsi.

"Hoaks yang beredar di masyarakat mengenai micin adalah tidak benar," ujarnya.

Dia memaparkan MSG memiliki acuan nilai asupan harian (ADI) sebagai not specified atau tidak dinyatakan, ini berarti MSG adalah bahan yang aman. Bahkan kenyataannya, kadar natrium (Na) pada MSG lebih sedikit ketimbang garam dapur. MSG mengandung 12 persen Na, sedangkan garam dapur 39 persen.

"Artinya, kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi Natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement