Senin 18 Nov 2024 15:30 WIB

Obesitas Picu Risiko Kanker Rahim Lebih Tinggai, Waspada!

Obesitas menjadi salah satu faktor risiko kanker rahim atau kanker endometrium.

Kanker rahim (ilustrasi). Obesitas menjadi salah satu faktor risiko kanker rahim atau kanker endometrium, selain gangguan menstruasi kronis, tamoxifen, dan gen.
Foto: Dok. Freepik
Kanker rahim (ilustrasi). Obesitas menjadi salah satu faktor risiko kanker rahim atau kanker endometrium, selain gangguan menstruasi kronis, tamoxifen, dan gen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker rahim atau kanker endometrium adalah pertumbuhan sel abnormal yang terjadi di lapisan dalam rahim. Penyakit ini sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal sehingga sering terdiagnosis pada stadium lanjut. Salah satu faktor risiko yang semakin mendapat perhatian adalah obesitas.

Obesitas, kondisi di mana seseorang memiliki kelebihan berat badan secara signifikan, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai jenis kanker, termasuk kanker rahim. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Dr Sardjito dr Addin Trirahmanto mengatakan obesitas menjadi salah satu faktor risiko kanker rahim atau kanker endometrium, selain gangguan menstruasi kronis, tamoxifen, dan gen.

Baca Juga

Dalam siaran Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (18/11/2024), Addin menyebutkan kanker rahim adalah salah satu jenis kanker yang paling banyak menyerang perempuan, ketiga setelah kanker serviks dan kanker ovarium. Kanker endometrium, kata dia, banyak menyerang perempuan pascamenopause.

Menurut dia, terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan kanker rahim. Terkait obesitas, dokter Addin mengatakan lemak yang berlebih dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan peningkatan estrogen, yang dapat memicu proses hiperplasi, yaitu penebalan dinding rahim.

"Jadi mungkin kalau mau kita lihat pada, ini yang belum kanker ya, kita akan ngomongkan sebelum jadi kanker, mungkin pada usia yang masih usia reproduktif itu kadang orang dengan gangguan menstruasi yang berlebihan. Kadang kita lihat berat badannya. Kalau memang karena berat badannya yang berlebih, saran dari dokter tentunya untuk menurunkan berat badannya, menjadi ideal, sehingga nanti siklusnya balik sendiri," kata dia.

Dia mengatakan, obesitas juga memengaruhi siklus menstruasi. Oleh karena itu, penting untuk mengubah gaya hidup guna mencegah kanker rahim di kemudian hari.

Adapun untuk faktor risiko lain, kata dia, salah satunya tamoxifen. "Tamoxifen itu salah satu obat untuk pengobatan kanker payudara. Tapi misalnya individu tersebut masih ada rahimnya, karena pemberian tamoxifen itu memacu hiperplasi endometrium, itu mempunyai risiko. Belum tentu jadi, tapi risiko," katanya.

Sementara untuk faktor genetik, kata dia, misalnya mutasi pada gen BRCA. Gejala yang sering ditemukan adalah keluhan perdarahan pascamenopause. Oleh karena itu, dia menyebut pentingnya kontrol ke dokter apabila mendapati hal itu. Kanker rahim diketahui dari USG serta biopsi.

Pasien yang belum menopause namun mendapatkan gangguan serupa juga perlu memeriksakan diri untuk mengetahui gangguan yang dialaminya. Biasanya, kata Addin, hiperplasi pada perempuan belum menopause disebabkan oleh faktor hormonal.

"Saat ini belum ada deteksi dini untuk kanker rahim, seperti deteksi dini untuk kanker serviks," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement