REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembuat rokok elektrik Juul Labs Inc telah menyatakan sepakat untuk membayar 462 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 6,8 triliun untuk menyelesaikan gugatan oleh enam negara bagian AS, termasuk New York dan California. Seseorang yang mengetahui masalah tersebut pada Rabu (12/4/2023) mengatakan Juul Labs Inc memasarkan produk adiktifnya secara tidak sah kepada anak di bawah umur.
Dilansir NBC News, Kamis (13/4/2023), dengan kesepakatan itu, Juul akan menyelesaikan gugatan dengan 45 negara bagian lebih dari 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14,8 triliun. Perusahaan tidak mengakui kesalahan dalam penyelesaian, yang juga mencakup Colorado, Illinois, Massachusetts, dan New Mexico serta Distrik Columbia.
Selain itu, Juul masih menghadapi tuntutan hukum dari Minnesota, di mana persidangan sedang berlangsung, serta tuntutan hukum atau penyelidikan terbuka oleh Florida, Michigan, Maine, dan Alaska. Di samping penyelesaian negara, perusahaan pada tahun lalu setuju untuk membayar 1,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 25,1 triliun untuk menyelesaikan ribuan tuntutan hukum oleh entitas pemerintah daerah dan konsumen individu.
Di bawah tekanan dari regulator, Juul pada 2019 menarik sebagian besar produknya dari pasar dan menghentikan sebagian besar iklannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS Juni lalu secara singkat melarang produk tersebut, meskipun larangan tersebut ditunda dan setuju untuk mempertimbangkan kembali setelah perusahaan mengajukan banding.
Tak hanya itu, eks investor terbesar Juul, pembuat rokok Marlboro Altria Group Inc, juga menghadapi klaim atas dugaan perannya dalam pemasaran rokok elektrik Juul. Kasusnya belum diselesaikan.
Altria pada bulan lalu mengumumkan bahwa mereka telah melepaskan investasinya di Juul dengan imbalan beberapa kekayaan intelektual Juul. Pada Desember 2022, sahamnya di Juul bernilai 250 juta dolar AS atau Rp 3,7 triliun. Jumlah tersebut turun dari 12,8 miliar dolar AS atau Rp 189,4 triliun pada 2018.
Kepala pusat produk tembakau FDA mengatakan tahun lalu bahwa penggunaan rokok elektrik remaja di AS tetap pada "tingkat yang memprihatinkan" dan menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang serius. Pejabat kesehatan federal mengatakan Oktober lalu bahwa sekitar 2,55 juta siswa sekolah menengah dan sekolah menengah atas AS dilaporkan menggunakan rokok elektrik selama rentang empat bulan di awal 2022.
Sebagian besar rokok elektrik mengandung nikotin, zat adiktif yang terdapat dalam rokok biasa, cerutu, dan produk tembakau lainnya. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan mengonsumsi nikotin pada masa remaja dapat merusak bagian otak yang mengontrol perhatian, pembelajaran, suasana hati, dan kontrol impuls. CDC juga menyebutkan menggunakan nikotin pada masa remaja dapat meningkatkan risiko kecanduan obat lain di masa depan.