Jumat 31 Mar 2023 14:49 WIB

Kekerasan Seksual Masih Terjadi di Industri Film Indonesia, Ini Kata Mira Lesmana

Aprofi mengesahkan panduan pencegahan kekerasan seksual di lingkup film.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
 Produser Mira Lesmana. Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) menyoroti betul kasus-kasus kekerasan seksual yang setiap tahunnya menambah daftar korban (ilustrasi).
Foto: Republika/Noer Qomariah Kusumawardhani
Produser Mira Lesmana. Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) menyoroti betul kasus-kasus kekerasan seksual yang setiap tahunnya menambah daftar korban (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri film hingga kini belum bisa lepas dari isu kekerasan seksual dalam lingkup produksi. Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) menyoroti betul kasus-kasus kekerasan seksual yang setiap tahunnya menambah daftar korban.

Untuk memberikan pendampingan bagi para korban kekerasan seksual, Aprofi mengesahkan Panduan Pencegahan Kekerasan Seksual dalam Produksi Film Indonesia. “Ini sebenarnya panduan untuk semua produksi, bukan Aprofi saja. Artinya, Aprofi hanya menginisiasi panduan ini, tapi kemudian para anggotanya menggunakan panduan ini untuk produksi-produksinya,” ujar Mira Lesmana yang juga merupakan produser dan sutradara Miles Films, saat ditemui di Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Baca Juga

Jika telanjur menjadi korban hal tak senonoh dari pelaku, maka Panduan Pencegahan Kekerasan Seksual memaparkan apa yang harus dilakukan oleh korban. Sebelum ke asosiasi, korban harus melapor dulu kepada pihak rumah produksi dan ditegaskan untuk tidak takut dalam bersuara.

Setelah dari rumah produksi, baru korban akan dikawal untuk mengatasi seperti apa kelanjutan sanksi bagi pelakunya. “Misalnya pelakunya si produser, korban kan enggak mungkin melapor ke produser itu atau yang punya kuasa. Di situ ditulis juga apabila yang melakukan atasan, ini harus dibawa ke asosiasi. Apabila pelakunya anggota Aprofi, di Aprofi ada Dewan Etik, etika si produser bisa dilaporkan, dan misalnya bisa dikeluarkan,” ujar Mira.

Korban perlu melapor kepada pihak yang tepat. Hal ini dimaksudkan agar isunya bukan menjadi gosip belaka, serta dapat ditangani dengan benar. Jika hanya bercerita lalu menjadi bahan perbincangan saja, justru ini akan semakin merugikan korban.

“Ada satu kejadian, pelapor karena tidak mengerti, dia bicara ke banyak pihak. Itu membuat tersebar, tidak bisa tertangani dengan baik, malah jadi gosip. Kalau sesuatu terjadi, harus tahu lapornya kepada siapa. Jangan sampai, misalnya lapor ke A tapi malah disalah-salahin,” ujar Mira.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, aturan ini akan menjadi jaminan kehidupan yang bermartabat dalam lingkungan kerja yang bukan hanya nyaman tapi juga aman. Lebih jauh, ini juga akan mematahkan stigma yang menganggap orang-orang industri film sering kali disebut sengaja membuat kabar sensasional.

“Panduan dan SOP ini menunjukkan dunia perfilman juga serius membahas ini, punya posisi yang tegas untuk menghentikan kekerasan dari dalam dirinya. Buat saya itu penting sekali,” ujar Andy dalam kesempatan yang sama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement