REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strok sering terjadi dengan sedikit atau tanpa gejala. Ada beberapa perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi risiko, dan meningkatkan peluang pemulihan jika telanjur mengalaminya.
Dilansir laman Mirror pada Selasa (28/3/2023), strok terjadi ketika suplai darah ke bagian otak terputus. Beberapa gejala umum di antaranya termasuk wajah terkulai di satu sisi, tidak bisa mengangkat lengan, dan bicara cadel.
Banyak orang tidak akan mengalami tanda-tanda peringatan yang jelas. Sebelum mengalami strok, hanya beberapa pasien yang mengalami sakit kepala, mati rasa, atau kesemutan beberapa hari sebelumnya.
Para peneliti telah menemukan beberapa faktor risiko yang dapat dicegah untuk kondisi tersebut. Salah satunya bertumpu pada fakta bahwa sejumlah besar pasien strok datang ke rumah sakit dalam keadaan dehidrasi.
Harvard Health mengatakan, pasien tersebut biasanya tidak minum cukup cairan, tekanan darah rendah, kebingungan, pusing, atau urine berwarna gelap. Jumlah konsumsi air yang dibutuhkan seseorang untuk menghindari strok sekitar empat hingga delapan gelas air setiap hari sesuai kebutuhan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Loma Linda, yang sebelumnya menemukan bahwa minum setidaknya lima gelas air dapat mengurangi risiko strok hingga 53 persen. Ini tidak hanya melindungi dari kondisi itu, tetapi juga memperbaiki kondisi jika terjadi strok.
Pada 2015, penelitian pada pasien yang dirawat di Pusat Stroke Komprehensif di Rumah Sakit Johns Hopkins memberi pencerahan baru tentang risiko kardiovaskular dari dehidrasi. Pasien yang tidak minum cukup cairan, empat kali lebih mungkin mengalami hasil yang lebih buruk, dibandingkan dengan orang yang terhidrasi.
“Dehidrasi tampaknya umum terjadi pada pasien strok yang dirawat di rumah sakit," ujarnya.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa mereka menyarankan agar berfokus pada intervensi untuk mengurangi frekuensi dan durasi dehidrasi. Tujuannya agar memperbaiki hasil pasien setelah didiagnosis strok.
Setahun kemudian, penelitian oleh University of Arkansas membuat penemuan lain tentang efek dehidrasi pada kesehatan jantung. Temuan menunjukkan bahwa tingkat hidrasi bahkan dehidrasi ringan pada pria muda yang sehat dapat berperan dalam risiko kardiovaskular.
Efek hidrasi paling nyata ada dalam fungsi endotel (pelebaran dan penyempitan lapisan dalam) pembuluh darah. “Ini memainkan peran penting dalam kesehatan jantung,” kata Science Daily.
Hasilnya yang diterbitkan dalam European Journal of Nutrition menetapkan bahwa dehidrasi ringan dapat merusak fungsi pembuluh darah hampir sama seperti merokok. Michigan Neurology Associated mencatat, dehidrasi mungkin juga memiliki efek penebalan pada darah yang menimbulkan risiko tersendiri. Darah kental menyebabkan tubuh menahan lebih banyak natrium yang pada gilirannya meningkatkan tekanan darah.
Hal ini tidak hanya berarti penggumpalan darah lebih mungkin terbentuk, tetapi aliran darah juga dapat melambat. Akibatnya, darah dapat menumpuk di pembuluh darah yang tersumbat atau menyempit dan menyebabkan strok.
“Jika memiliki faktor risiko penyakit jantung lainnya seperti penyumbatan arteri, dehidrasi bisa sangat berbahaya,” kata badan kesehatan itu mengimbau.
Perlu dicatat, meskipun minum cukup cairan penting untuk kesehatan pembuluh darah, mengonsumsi air dalam jumlah berlebihan juga tidak dianjurkan. Karena hal ini dapat sangat berbahaya bagi orang yang memiliki kondisi jantung dan ginjal.