REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makalah yang baru saja diterbitkan di Environmental Science & Technology Letters memaparkan, ada bahan berbahaya di tisu toilet. Semua tisu toilet ternyata menjadi sumber PFAS atau per- and polyfluoroalkyl substance yang juga dikenal sebagai forever chemicals.
Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat mengatakan, PFAS dikaitkan dengan berbagai penyakit termasuk penurunan kesuburan, hipertensi pada orang hamil, peningkatan risiko kanker tertentu, dan keterlambatan perkembangan pada anak-anak. PFAS juga menyebabkan berat badan lahir rendah, ketidakteraturan hormonal, peningkatan kolesterol, serta berkurangnya efektivitas dan sistem kekebalan.
PFAS ditemukan cukup banyak dalam sabun, sampo, produk pembersih, pakaian, kemasan makanan, plastik, busa pemadam kebakaran, hingga karpet. Seperti yang diungkapkan oleh penelitian terbaru, PFAS juga ada dalam produk untuk menstruasi termasuk tampon, pembalut, dan pakaian dalam menstruasi.
Bahan kimia ini mencemari tanah di sekitar pabrik dan telah terdeteksi ada di sumber air. Tidak ada mandat bahwa persediaan air harus disaring dari PFAS, tetapi keberadaan bahan kimia di tisu toilet memberikan satu rute lagi yang dapat diambilnya ke air tanah, air minum, dan akhirnya ke tubuh manusia.
Studi baru yang dipimpin oleh Timothy Townsend dari departemen ilmu teknik lingkungan di University of Florida di Gainesville mengambil sampel merek tisu toilet dan lumpur air limbah. Mereka hendak mencari keberadaan 34 jenis PFAS yang berbeda. Mereka mengambil sampel tisu dan limbah dari empat wilayah di seluruh dunia di antaranya Amerika Utara, Afrika, Amerika Selatan dan Tengah, dan Eropa Barat.
Pertanyaan utama yang ditanyakan para peneliti adalah seberapa banyak PFAS yang terkandung pada tisu toilet dan jenis apa saja. Secara luar biasa, PFAS yang paling banyak terdapat di tisu toilet dan limbah adalah jenis yang dikenal sebagai diPAP 6:2.
Jenis ini pernah ditunjukkan oleh sebuah penelitian pada 2022, yang disebut dapat menyebabkan gangguan fungsi testis pada pria. Bahan kimia tersebut mewakili 91 persen dari semua PFAS yang terdeteksi dalam sampel tisu toilet dan 54 persen terdeteksi dalam limbah.
Penggunaan tisu toilet secara keseluruhan diperkirakan memberi kontribusi diPAP 6:2 hingga 80 bagian per miliar per orang setiap tahun untuk limbah. Itu adalah angka yang mengkhawatirkan mengingat EPA umumnya mengukur tingkat berbahaya PFAS dalam pasokan air di bagian per triliun, bukan miliar.
“Hasil kami menunjukkan bahwa tisu toilet harus dianggap sebagai sumber utama PFAS yang berpotensi masuk ke sistem air limbah,” kata para peneliti dikutip dari laman Time, Rabu (15/3/2023).
Namun, tidak semua penelitian yang dipelajari memiliki hasil yang sama. Penggunaan per kapita tisu toilet di AS, Kanada, dan Eropa Barat, berkisar antara 15 hingga 26 kilogram per orang per tahun. Sementara itu di Amerika Latin, Cina, dan Afrika, totalnya hanya dua hingga 10 kilogram.
Kehadiran diPAP 6:2 yang begitu banyak dinilai sangat meresahkan. Jenis PFAS ini dikenal sebagai jenis prekursor, jenis yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara biologis dengan sesuatu yang dihasilkan manusia seperti kotoran manusia, dan seiring waktu, menjadi segelintir jenis lain yang lebih kompleks, termasuk PFOA (salah satu yang paling umum dan berbahaya dari jenis PFAS).
Pada Juni 2022, EPA merevisi pedomannya untuk PFAS dalam pasokan air, dan menetapkan ambang aman hanya 0,004 bagian per triliun untuk PFOA. Bahkan jika sebagian kecil dari ambang 80 bagian per miliar diPAP 6:2 itu berkembang menjadi PFOA, maka sangat melebihi batas EPA tersebut.
“Penelitian tambahan masih diperlukan untuk mengeksplorasi kemungkinan diPAP dari tisu toilet berubah melalui sistem pengumpulan dan pengolahan air limbah,” kata para peneliti.
Kebutuhan manusia terhadap tisu toilet tidak akan hilang, tetapi kerentanan manusia terhadap bahaya PFAS juga tidak akan hilang. Seperti banyak kontaminan lingkungan lainnya, solusinya adalah menemukan cara baru untuk memproduksi tisu toilet tanpa memasukkan PFAS atau prekursornya.