REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurunkan berat badan lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Hambatan untuk upaya tersebut bervariasi, termasuk tidak rutin berolahraga, gaya hidup yang tidak sehat, serta kurangnya dukungan dari keluarga dan teman.
Penelitian baru oleh American Heart Association mengungkapkan bahwa kesalahan sederhana mungkin menjadi batu sandungan utama. Perangkap umum itu adalah terlalu membatasi makan dan memiliki harapan yang tidak realistis.
Akibatnya, seseorang mengalami kelelahan mental sehingga kembali ke kebiasaan makan lama yang tidak sehat. Hal itu disampaikan Kelsey Lorencz, ahli diet terdaftar dan penasihat nutrisi untuk penyedia informasi kebugaran Fin vs Fin.
"Daripada berfokus pada makanan yang tidak bisa Anda makan, fokuslah pada makanan yang harus menjadi bagian dari pola makan sehat, seperti buah-buahan, sayuran, protein tanpa lemak, dan biji-bijian," kata Lorencz, dikutip dari laman Best Life Online, Sabtu (12/11/2022).
Menurut Lorencz, seseorang tidak perlu melacak kalori dari setiap makanan yang disantap. Dia menyarankan pelaku diet berhenti fokus pada penghitungan kalori dan memusatkan perhatian pada kelompok makanan sehat yang perlu masuk dalam menu harian.
Lorencz memahami upaya keras untuk berolahraga, mengurangi kalori, dan makan makanan sehat tanpa melihat hasil berarti bisa membuat frustrasi. Dia mengutip sebuah studi baru yang akan dipresentasikan pada Sesi Ilmiah Asosiasi Jantung Amerika 2022.
Penelitian itu menemukan bahwa orang yang mencoba menurunkan berat badan sering melebih-lebihkan tentang aspek kesehatan dalam diet yang diterapkan. Ada kesenjangan antara apa yang dianggap diet sehat dan seimbang oleh publik serta dalam pandangan peneliti serta profesional kesehatan.
Untuk mendapatkan hasilnya, para peneliti merekrut 116 orang dewasa Amerika Serikat berusia antara 35 hingga 58 tahun yang secara aktif berusaha menurunkan berat badan. Para peserta bertemu dengan ahli diet terdaftar untuk mendiskusikan nutrisi dan kebiasaan makan. Mereka melacak sendiri semua yang dimakan dan diminum selama satu tahun menggunakan aplikasi FitBit, serta menimbang berat badan setiap hari dan memakai alat pelacak untuk memantau aktivitas fisik.
Setelah mengevaluasi diet peserta pada awal dan akhir studi selama setahun, para peneliti memberikan skor Indeks Makan Sehat (HEI) kepada setiap orang. Itu adalah ukuran kualitas diet yang digunakan untuk menentukan seberapa baik diet sesuai dengan rekomendasi Pedoman Diet untuk Amerika (DGA). Para peserta juga menggunakan HEI untuk menilai kualitas diet mereka di akhir penelitian.
Para peneliti menemukan bahwa 75 persen dari skor HEI yang dirasakan peserta tidak sesuai dengan para peneliti. Dalam banyak kasus, skor versi peserta lebih tinggi. Dalam menilai seberapa banyak perbaikan pola makan selama penelitian, hanya 10 persen peserta yang memperkirakan dengan benar.
Menurut Lorencz, kesenjangan antara kualitas diet yang dirasakan dan yang sebenarnya bisa jadi karena kurangnya pengetahuan tentang makan sehat. Dia menyebut banyak orang "membodohi diri sendiri" tentang diet yang dijalani, didukung iklan dan informasi salah dari media sosial.
Untul mengatasinya, Lorencz menganjurkan konsumsi makanan padat nutrisi dan sehat yang secara alami membuat lebih sedikit ruang untuk makanan yang kurang sehat. "Makanlah setidaknya dua cangkir buah, tiga cangkir sayuran, dan lima ons protein tanpa lemak setiap hari," ungkap Lorencz.