Kamis 28 Jul 2022 05:35 WIB

Risiko Kematian Bisa Diprediksi dengan Kekuatan Genggaman Tangan, Caranya?

Studi mengungkap kekuatan genggaman tangan dapat jadi prediktor risiko kematian.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Botol selai kacang (ilustrasi). Kemampuan membuka stoples dapat menjadi cara mudah dan murah untuk memprediksi risiko kematian. Kekuatan genggaman adalah alat skrining yang efektif untuk berbagai kondisi kesehatan.
Foto: Flickr
Botol selai kacang (ilustrasi). Kemampuan membuka stoples dapat menjadi cara mudah dan murah untuk memprediksi risiko kematian. Kekuatan genggaman adalah alat skrining yang efektif untuk berbagai kondisi kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memang tidak ada yang tahu tentang masa depan, namun ternyata tubuh terkadang memberikan sinyal yang tidak kita sadari. Sebuah studi baru mengungkapkan tes murah dan mudah, yang merupakan prediktor kuat risiko kematian.

Studi itu menunjukkan bahwa cara seseorang menggenggam memberikan sinyal menuju masalah dalam tubuh. Membuka stoples adalah tindakan refleks, tetapi ada baiknya memperhatikan gerakan sehari-hari ini.

Baca Juga

Kekuatan genggaman adalah alat skrining yang efektif untuk berbagai kondisi kesehatan. Jika kekuatan genggaman seseorang sudah rendah, itu mungkin merupakan indikasi dari masalah kesehatan yang mendasarinya.

Tidak hanya pada individu yang berusia tua, kekuatan genggaman juga telah dikaitkan dengan kondisi kesehatan yang sudah muncul di masa dewasa muda. Sejumlah besar penelitian telah menunjukkan bahwa kekuatan genggaman yang lemah, mungkin merupakan manifestasi dari kondisi kesehatan yang berkaitan dengan masalah jantung dan paru-paru.

Beberapa penelitian juga menemukan bahwa mereka yang memiliki kekuatan genggaman rendah, memiliki harapan hidup yang lebih rendah pula. Sebuah studi baru yang diterbitkan di BMJ, berusaha menetapkan standar objektif sebesar apa kekuatan genggaman yang dimaksud.

Dengan melakukan ini, para peneliti berharap untuk memberi dokter ambang batas kekuatan genggaman. Di luar itu, dokter juga harus mempertimbangkan agar mengirim pasien untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Hasil penelitian memberikan ambang batas standar yang secara langsung menghubungkan kekuatan genggaman dengan harapan hidup yang tersisa, sehingga memungkinkan praktisi untuk mendeteksi pasien dengan peningkatan risiko kematian sejak dini.

"Secara umum, kekuatan pegangan tangan tergantung pada jenis kelamin, usia, dan tinggi badan seseorang,” ujar peneliti International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), Sergei Scherbov, dilansir laman Express, Rabu (27/7/2022).

IIASA akan menggali lebih jauh lagi untuk menemukan ambang batas yang terkait dengan kekuatan genggaman. Ini akan memberi sinyal kepada praktisi kesehatan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut jika kekuatan genggaman pasien di bawah ambang batas, mirip dengan mengukur tekanan darah.

Kekuatan genggaman diukur dengan meremas dinamometer dengan satu tangan. Dalam penelitian tersebut, pasien diminta untuk melakukan dua percobaan dengan masing-masing tangan.

Ada protokol khusus untuk proses ini karena nilainya mungkin bergantung pada apakah tes dilakukan dalam posisi berdiri atau duduk, di antara pertimbangan lainnya.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, di mana penulis sebelumnya membandingkan kekuatan genggaman individu secara tidak merata. Sementara itu, penelitian terbaru ini membandingkan pada individu yang sebanding dalam hal jenis kelamin, usia, dan tinggi badan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement