REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perolehan penonton film horor KKN di Desa Penari terus bertambah sejak tayang di bioskop mulai 30 April 2022. Berdasarkan data filmindonesia.or.id per Kamis (19/5), jumlah penonton sudah mencapai 6.277.019.
Ketua Umum DPP Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin menilai kesuksesan film itu menjadi 'angin segar' bagi pemilik bioskop. Sebagai pengusaha bioskop, dia pun sangat terbantu.
"Merupakan angin segar, betul, untuk menutupi (biaya) mana yang menunggak dan perlu diselesaikan setelah dua tahun (bioskop) hampir mati total," kata Djonny ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/5).
Dia menyebut perolehan penonton film tersebut luar biasa, bahkan tidak heran jika nantinya KKN di Desa Penari bisa menembus angka tujuh juta penonton. Walaupun, Djonny mendapati pada 18 Mei tren penonton secara alami sudah menurun sebab sudah memasuki pekan ketiga.
Djonny menyoroti bahwa film tersebut sebenarnya sudah hendak dirilis dua tahun silam, namun jadwal tayangnya diundur karena pandemi Covid-19. Momentum penayangan ketika pandemi sudah melandai jadi salah satu penyebab penonton membludak.
Dengan kesuksesan film itu, Djonny berpendapat pengusaha bioskop tidak boleh terlalu merasakan euforia. Pasalnya, keberhasilan satu film bukanlah tolok ukur bahwa bioskop sudah benar-benar pulih seperti sedia kala.
Menurut Djonny, perlu ada pengamatan selama sedikitnya satu semester. Pengusaha bioskop akan meninjau rata-rata jumlah penonton setiap bulannya untuk indikator pemulihan. Salah satu momen lain yang berpotensi mendatangkan banyak penonton, yakni saat liburan Idul Adha mendatang.
Sejumlah faktor turut memengaruhi kondisi pemulihan bioskop. Djonny menyebutkan yang pertama adalah menjaga kondisi pandemi tetap melandai dengan cara terus menjalankan protokol kesehatan.
Kedua, menjaga kualitas film yang tayang di bioskop. Ketiga, faktor ekonomi masyarakat yang akan sangat memengaruhi keputusan mereka untuk datang ke bioskop. Stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan menjadi faktor keempat yang menurutnya berpengaruh.
"Faktor-faktor itu sangat menentukan. Kalau lengkap, kami bisa objektif menilai secara keseluruhan. Tidak bisa hanya dari kesuksesan satu film, tidak menjadi jaminan," ungkap Djonny yang menambahkan bahwa selera penonton amat beragam.
Terkait genre, Djonny tidak menganggap horor sebagai satu-satunya andalan. Menurut dia, ada banyak genre yang juga bisa menarik banyak penonton, baik itu drama, komedi, laga, ataupun film yang mengusung aspek budaya.
Pria yang sudah memulai usaha bioskop sejak 1975 itu mengibaratkan larisnya film KKN di Desa Penari sebagai sesuatu yang 'musiman', dalam arti kini tema horor tengah digandrungi, dan itu merupakan sesuatu yang alami. Dia mengapresiasi variasi film dan genre yang ditawarkan rumah produksi.
Djonny yang mengelola Dakota Cinema yang berlokasi di Sulawesi Selatan, Cilacap, dan Bandung itu menjelaskan pembagian keuntungan antara pengusaha bioskop dan pemilik film. Pembagian dilakukan setelah penayangan film di bioskop usai.
Pendapatan kotor dari film yang terkumpul terlebih dahulu dikurangi pajak hiburan sebesar 10 persen. Sebesar lima persen dibebankan kepada pengusaha bioskop dan lima persen dibayarkan oleh pemilik film.
Setelah itu, barulah penghasilan yang tersisa dibagi dua. Bagi pengusaha bioskop, ujar Djonny, biaya terbesar adalah untuk operasional, termasuk membayar biaya listrik dan menggaji karyawan.
Djonny menilai saat ini bioskop mulai bangkit perlahan-lahan, didukung oleh kepercayaan masyarakat untuk kembali ke bioskop. Dia juga berterima kasih kepada pemerintah yang sudah melakukan banyak hal yang mendukung pemulihan, termasuk tim satgas penanganan Covid-19 dan vaksinasi.
"Masalah paling penting, kita semua jangan lengah, jangan merasa sudah aman kemudian tidak menjaga protokol kesehatan. Pengawasan tetap harus dilakukan agar jumlah kasus (Covid-19) tidak kembali naik," katanya.