Senin 22 Nov 2021 10:03 WIB

Benarkah Parasetamol Kurang Baik untuk Ibu Hamil?

Ibu hamil tidak sembarangan mengonsumsi parasetamol, meski boleh dikonsumsi.

Rep: Adysha Citra R/ Red: Friska Yolandha
Parasetamol
Foto:

"Dan alternatif parasetamol (ibuprofen) memiliki bukti bisa merugikan," jelas Profesor Shennan.

Profesor Shennan mengatakan bukti bahwa parasetamol merugikan memang tidak kuat. Akan tetapi, observasi pada manusia terkait masalah perkembangan ini telah didukung oleh studi pada hewan.

"Selalu menjadi hal yang penting untuk mengonsumsi obat-obatan selama kehamilan berdasarkan anjuran dokter spesialis," ujar Profesor Shennan.

Prinsip umum penggunaan obat di masa kehamilan adalah hanya menggunakan obat yang sudah terbukti efikasi dan keamanannya. Parasetamol, lanjut Profesor Shennan, merupakan salah satu obat yang bisa digunakan secara aman pada kehamilan.

Menurut dia, janin sudah terbentuk sempurna pada pekan kesepuluh kehamilan. Pada saat ini, obat memiliki kemungkinan kecil untuk memberikan kerugian signifikan dalam perkembangan janin.

"Pengawasan yang hati-hati dan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan, tetapi parasetamol bisa digunakan untuk mengobati rasa sakit dan demam pada kehamilan," jelas Profesor Shennan.

Dr Sarah Stock dari University of Edinburgh Usher Institute mengatakan para ahli dalam koalisi internasional tersebut telah melakukan pekerjaan yang baik. Akan tetapi, temuan mereka tidak cukup kuat untuk mengubah rekomendasi penggunaan parasetamol dalam kehamilan yang sudah ada saat ini.

"Banyak dari bukti itu tidak cukup kuat untuk menarik kesimpulan bahwa penggunaan parasetamol dalam kehamilan, terutama penggunaan yang hanya sesekali, bisa menyebabkan masalah perkembangan pada manusia," jelas Dr Stock.

Dr Stock menekankan bahwa parasetamol merupakan obat yang efektif untuk mengurangi nyeri dan demam. Oleh karena itu, parasetamol akan tetap menjadi obat yang penting bagi ibu hamil bila mereka memerlukannya.

 

"Tentu, hamil atau tidak, tak seorang pun disarankan untuk mengonsumsi obat yang tak mereka butuhkan, dalam waktu yang lebih lama dari yang dibutuhkan, atau dengan dosis yang lebih besar dari yang diperlukan," ungkap Dr Stock.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement