REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Yusra Egayanti, mengakui bahwa informasi nilai gizi dalam tabel di makanan kemasan ada kalanya tak praktis untuk dibaca dan dipahami masyarakat. Ia menyebut, informasi itu terkadang tampak rumit.
"Informasi dalam tabel adakalanya bacanya ribet, angka-angka, kotak, complicated. Ini disadari, masyarakat tidak mudah memahami dalam bentuk tabel," ujar dia dalam sebuah webinar kesehatan, dikutip Jumat.
Untuk itu, sekarang berkembanglah informasi nilai gizi pada bagian utama label kemasan dalam bentuk panduan asupan gizi harian warna monokrom. Inovasi itu didasarkan pada survei preferensi konsumen dan kemampuan industri melakukan reformulasi.
"Jadi sebagian informasi dalam label dibawa ke depan khususnya zat gizi terkait penyakit tidak menular (PTM), seperti energi, lemak total, natrium, dan gula," ungkap Ega.
Beberapa produk pangan sudah mencantumkan kandungan zat gizi tersebut di bagian depan kemasannya. Ega berharap, langkah tersebut memperjelas jumlah nilai gizi suatu makanan.
"Ada persentase angka kecukupan gizinya juga," kata Ega.
Selain warna monokrom, logo Pilihan Lebih Sehat juga dapat menunjukkan pilihan yang lebih sehat dibandingkan produk sejenis selama dikonsumsi dalam jumlah wajar. Ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat memilih pangan olahan didasarkan pada kandungan gizinya.
Ega menuturkan, sudah ada persyaratan terkait produk yang bisa mencantumkan logo berdasarkan pembatasan zat gizi tertentu dalam pangan yang berkontribusi pada peningkatan prevalensi PTM, seperti gula, garam, dan lemak. Saat ini, baru ada tiga produk yang bisa mencantumkan logo, yakni minuman siap konsumsi, pasta, dan mi instan.