REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu mengenai vaksin human papillomavirus (HPV) yang dikaitkan dengan kemandulan hingga menopause dini telah beredar luas di masyarakat, menimbulkan kekhawatiran yang tidak berdasar. Informasi keliru ini berpotensi menghambat upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat, khususnya remaja putri, dari risiko kanker serviks yang disebabkan oleh virus HPV.
“Terkait dengan apakah vaksin HPV itu dihubungkan dengan kemandulan dan lain sebagainya, dengan menopause dini dan sebagainya, itu boleh kita katakan hanya mitos. Tidak fakta,” ujar Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof Dr dr Yudi Mulyana Hidayat dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Ia mengatakan tak ada bukti ilmiah yang mendukung isu liar tersebut. Sementara terkait pemberian dosis vaksin HPV, sebaiknya diberikan setelah wanita melahirkan atau pasca persalinan. Hal ini bertujuan agar perlindungan vaksin dapat terbentuk secara maksimal, sehingga ia menepis kabar soal vaksin HPV yang dikhawatirkan akan mengganggu perkembangan janin yang dikandung.
“Tapi kenapa tidak diberikan pada ibu hamil, karena apa? Pada ibu hamil itu sistem kekebalan tubuhnya sedang jelek sehingga kalau kita berikan vaksin kepada ibu hamil padahal kita punya 9 bulan. Nanti antibodi terbentuknya tidak optimal,” ujarnya.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengingatkan bahwa kematian akibat kanker leher rahim atau serviks dapat dicegah, salah satunya dengan melakukan imunisasi vaksin human papillomavirus (HPV). Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi juga menyampaikan bahwa kanker leher rahim atau kanker serviks termasuk jenis kanker yang dapat dicegah dan disembuhkan.
Vaksinasi HPV dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi Human papillomavirus atau HPV, virus yang dapat menyebabkan kanker serviks, dan pemeriksaan berkala dapat membantu mendeteksi sel-sel abnormal pada leher rahim. "Semakin dini ditemukan maka semakin tinggi angka kesembuhannya," kata Nadia.
Menurut siaran informasi Kementerian Kesehatan, kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua di Indonesia. Setiap tahun diperkirakan ada lebih dari 36 ribu kasus baru kanker serviks yang terdeteksi, tetapi sekitar 70 persen di antaranya diketahui pada stadium lanjut. Oleh karena itu, pemerintah menjalankan upaya promotif dan preventif yang mencakup program vaksinasi HPV dan pemeriksaan berkala untuk meningkatkan deteksi dini kanker serviks.