Jumat 20 Jun 2025 16:43 WIB

Baru 63 Persen ODHIV Ditemukan Kemenkes per Maret 2025

Dari jumlah ODHIV yang terdeteksi, 67 persen sedang dalam pengobatan.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Pita simbol HIV (ilustrasi). Kemenkes menemukan sebanyak 356.638 orang dengan HIV (ODHIV).
Foto: Dok. Freepik
Pita simbol HIV (ilustrasi). Kemenkes menemukan sebanyak 356.638 orang dengan HIV (ODHIV).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian kesehatan (Kemenkes) menyebutkan per Maret 2025 pihaknya menemukan sebanyak 356.638 orang dengan HIV (ODHIV) atau 63 persen dari total estimasi 564 ribu ODHIV hidup yang harus ditemukan pada 2025. Pendeteksian ini dilakukan agar dapat diberikan penanganan.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini mengatakan dari 356 ribu ODHIV tersebut sekitar 67 persen atau 239.819 orang sedang dalam pengobatan dan sekitar 55 persen atau 132.575 virusnya tersupresi. "Ini mulai dari penemuan kasusnya juga kita masih menjadi tantangan dan tidak jarang ada yang menghilang saat di-follow up, menyebabkan ODHIV hidup dan tahu statusnya itu, jadi belum ditemukan 95 persen," kata Ina dalam temu media daring di Jakarta, Jumat (20/6/2025). 

Baca Juga

Padahal, katanya, untuk mengakhiri epidemi AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada 2030, ada target 95-95-95, yakni 95 ODHIV hidup mengetahui status penyakitnya, 95 persen diantaranya mengikuti pengobatan AntiRetroViral (ARV), dan 95 persen yang mengikuti pengobatan tersupresi virusnya. "Nah ini tersupresi itu artinya virus orang tersebut tidak menularkan lagi. Walaupun virusnya masih ada," kata Ina.

Selain itu, katanya, ada target Three Zeroes, yakni nol infeksi baru, nol kematian akibat AIDS, dan nol stigma dan diskriminasi. Dia mengatakan dari 356 ribuan ODHIV yang ditemukan, sebanyak 37 persen adalah populasi kunci seperti lelaki yang berhubungan seks dengan sesama lelaki (LSL), Wanita Pekerja Sosial (WPS), pemakai narkoba suntik (penasun), serta waria atau transgender.

Kemudian 36,7 persen populasi umum populasi umum seperti orang dengan sistem imun rendah, misalnya karena tuberkulosis, IMS, hepatitis, ibu hamil, dan warga binaan. Sisanya, 10,8 persen populasi khusus seperti calon pengantin, dan 15,3 populasi rentan.yakni pelanggan pekerja seks, pasangan populasi kunci, dan anak yang ibunya punya HIV/AIDS.

Demi menemukan dan menangani lebih banyak ODHIV serta IMS, kata dia, Indonesia menggalakkan sejumlah upaya yakni pencegahan, surveilans, penangangan kasus, serta promosi kesehatan. Bagi publik, katanya, pencegahan formulanya adalah ABCDE, yakni abstinence atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum waktunya, be faithful atau setia pada pasangan, kondom untuk mitigasi risiko.

"Kemudian no drugs. Karena dia juga salah satu pintu masuk penularan, melalui jarum suntik. E adalah education," kata dia.

Dia juga mengajak publik untuk tidak takut memeriksakan diri untuk kesehatannya. Untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, pihaknya telah melatih tenaga kesehatan dan mengedukasi publik tentang cara memperlakukan pasien HIV dan IMS, seperti tentang menjaga kerahasiaan dan privasi.

"HIV, IMS, itu bukan masalah moral, tapi itu adalah masalah kesehatan. Seperti kita lihat tadi, itu bisa mengenai semua usia kok, dari 0 sampai lansia. Dan dia bisa mengenai seluruh lapisan masyarakat. Ada, bisa populasi umum juga bisa. Populasi yang mungkin. Artinya, semua itu adalah masalah kesehatan. Jadi, kita tidak, jangan menghakimi siapapun orangnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement