Sabtu 06 Dec 2025 21:46 WIB

Ini Cara Efektif Mengembalikan Stabilitas Emosi Anak Pascabencana Menurut Pakar

Proses pendampingan psikologis atau pemulihan trauma harus dilakukan menyeluruh.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Anak pengungsi korban bencana banjir dan tanah longsor berada di Posko Pengungsian di GOR Pandan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (5/12/2025). Hari kesepuluh bencana di Sumatera Utara, sebanyak 1.500 korban banjir dan longsor di Tapteng masih bertahan di Posko Pengungsian di GOR Pandan. Di antara pengungsi terdepan ibu hamil, bayi dan lansia, Sejumlah pengungsi mulai terserang flu dan penyakit kulit.
Foto: Edwin Putranto/Republika
Anak pengungsi korban bencana banjir dan tanah longsor berada di Posko Pengungsian di GOR Pandan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (5/12/2025). Hari kesepuluh bencana di Sumatera Utara, sebanyak 1.500 korban banjir dan longsor di Tapteng masih bertahan di Posko Pengungsian di GOR Pandan. Di antara pengungsi terdepan ibu hamil, bayi dan lansia, Sejumlah pengungsi mulai terserang flu dan penyakit kulit.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemulihan psikologis anak-anak pascabencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang atau tanah longsor, terkadang luput dari perhatian utama. Padahal, trauma emosional yang dialami anak dapat berdampak jangka panjang jika tidak ditangani dengan tepat.

Menurut pakar ilmu komunikasi Universitas Negeri Padang (UNP), Evelynd, proses pendampingan psikologis atau pemulihan trauma harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan peran aktif orang tua. Orang tua dinilai garda terdepan yang paling dekat dengan anak dan memegang kunci utama dalam menciptakan lingkungan yang suportif pascatrauma.

Baca Juga

"Anak bisa menjauhi gawai jika didampingi dan diberi batasan. Yang paling penting adalah edukasi kepada orang tua tentang informasi apa yang layak dikonsumsi anak," ujarnya di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (6/12/2025).

Ia mengatakan aktivitas yang diberikan kepada anak-anak pascabencana harus dirancang untuk memulihkan kondisi emosional anak termasuk mengurangi ketergantungan mereka pada gawai. Secara umum, program itu sejalan dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 (PP Tunas) yang menekankan pelindungan anak dari risiko digital. Regulasi tersebut mengatur filter usia, kewajiban platform serta persetujuan orang tua.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement