Sabtu 25 Sep 2021 10:45 WIB

Marvel Cegah Ahli Waris Rebut Copyright Spider-Man

Jika gugatan kandas, Marvel harus membagi keuntungan dengan ahli waris.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Komik Spider-Man terbitan 1962 laku dilelang senilai sekitar Rp 5,1 miliar. Marvel menganggap copyright Spider-Man dipegang perusahaan, bukan seniman maupun ahli warisnya.
Foto:

Pemberitahuan penghentian diajukan oleh Marc Toberoff, seorang pengacara hak cipta veteran yang berjuang dalam pertempuran serupa atas nama ahli waris Jack Kirby, Jerry Siegel, serta Joe Shuster, co-creator Superman. Toberoff berpendapat bahwa karya penulis Marvel menghasilkan nilai fantastis bagi waralaba dan ahli waris mereka semestinya juga menerima perolehan keuntungan.

"Ini adalah rahasia gelap industri buku komik, kalau bukan seluruh industri hiburan sekarang, karena ledakan waralaba superhero ini," kata Toberoff kepada Variety dalam sebuah wawancara, dilansir Sabtu (25/9).

Pengajuan pemberitahuan oleh para ahli waris seniman dimaksudkan sebagai tuntutan hak dan tentang ketidakadilan. Toberoff mewakili Larry Lieber, saudara laki-laki Stan Lee dan salah satu pencipta Thor, Iron Man, dan Ant Man; serta Steve Ditko (Spiderman, Dr. Strange), Don Heck (Iron Man, Black Widow, Hawkeye), Don Rico (Black Widow), dan Gene Colan (Captain Marvel, Falcon, Blade).

Di sisi lain, Marvel mengajukan gugatan terhadap Lieber, Patrick S. Ditko, Michelle Hart-Rico dan Buz Donato Rico III, Keith A. Dettwiler, serta Nanci Solo dan Erik Colan. Patrick Ditko adalah saudara dari Steve Ditko Solo dan Colan adalah anak dari Gene Colan. Dettwiler adalah keponakan dari Don Heck. Hart-Rico dan Rico III adalah pewaris Don Rico.

Marvel mengajukan hak cipta yang valid tanpa menuntut ganti rugi apa pun. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta 1976, ahli waris diizinkan, dalam keadaan tertentu, untuk menghentikan pemberian lisensi atau transfer ke karya berhak cipta, seperti buku komik melalui pemberitahuan yang dilaksanakan dengan benar.

Toberoff berargumen bahwa karya seniman dibuat bukan hanya untuk disewa. Seniman punya hal menyerahkan karya berhak cipta mereka kepada penerbit dengan imbalan pembayaran. Dalam hal itu, menurutnya, ahli waris mereka harus diizinkan untuk mengklaim kembali hak cipta.

"Inti dari kasus-kasus ini adalah interpretasi anakronistik dan sangat dikritik dari 'pekerjaan yang dibuat untuk disewa' di bawah Undang-Undang Hak Cipta 1909 yang perlu diperbaiki," kata Toberoff dalam sebuah pernyataan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement