Sabtu 27 Mar 2021 06:10 WIB

Studi: Pengawet Makanan Jadi Racun Bagi Kekebalan Tubuh

Studi ungkap bahwa pengawet makanan bisa menjadi racun bagi kekebalan tubuh.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Studi ungkap bahwa pengawet makanan bisa menjadi racun bagi kekebalan tubuh.
Foto: www.freepik.com
Studi ungkap bahwa pengawet makanan bisa menjadi racun bagi kekebalan tubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era modern, konsumsi makanan olahan dengan sangat cepat menggantikan makanan asli di seluruh dunia. Masyarakat khususnya kaum urban sepertinya sulit lepas dari jerat makanan olahan yang diproses dengan bahan pengawet.

Ironisnya, makanan yang mengandung pengawet menyimpan dampak berbahaya bagi tubuh. Sebuah studi terbaru memperingatkan bahwa bahan pengawet yang ditemukan pada makanan olahan termasuk camilan, mungkin beracun bagi sistem kekebalan tubuh. Studi ini dipublikasikan di International Journal of Environmental Research and Public Health dan melibatkan data dari EPA's Toxicity Forecaster (ToxCast).

Baca Juga

Studi ini berasal dari para peneliti dengan Kelompok Kerja Lingkungan, yang menggunakan ToxCast untuk mengevaluasi potensi pengawet makanan terhadap kesehatan. Selain itu, peneliti juga mengevaluasi efek PFAS, senyawa kimia berbahaya, yang banyak ditemukan dalam kemasan seperti pembungkus makanan cepat saji dan alat pemrosesan.

Penemuan ini diamati dengan pengujian toksisitas in vitro dan pengujian pada hewan. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa pengawet makanan tert-butylhydroquinone (TBHQ) yang umum digunakan, mungkin beracun bagi sistem kekebalan. Ini begitu mengkhawatirkan mengingat banyaknya makanan yang menonjolkan TBHQ, termasuk hampir 1.250 makanan olahan yang umum dipasaran.

Selain itu, para peneliti mencatat bahwa bahan kimia PFAS dapat berpindah dari kemasan ke makanan itu sendiri. Itu tentu menjadi masalah karena bahan kimia juga terkait dengan penurunan sistem kekebalan yang kemudian membuat vaksin menjadi kurang efektif.

Penulis utama studi tersebut Olga Naidenko PhD menjelaskan bahwa pandemi telah memusatkan perhatian publik dan ilmiah pada faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.

“Sebelum adanya pandemi, bahan kimia yang dapat merusak pertahanan sistem kekebalan terhadap infeksi atau kanker tidak mendapat perhatian yang cukup dari badan kesehatan masyarakat. Karenanya sekarang, kita harus menaruh perhatian demi melindungi kesehatan masyarakat,” kata Naidenko seperti dilansir dari laman Slash Gear pada Jumat (26/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement