REPUBLIKA.CO.ID, Siti Aisyah (63 tahun) sering merasakan kesemutan di telapak tangan dan kakinya. Rasa kebas atau mati rasa juga dialaminya di bagian tersebut. Dia pun curiga itu semua gejala penyakit tertentu. Namun, mengunjungi dokter merupakan pilihan terakhirnya karena takut. Gejala mirip seperti Aisyah juga dialami Sri Wahyuningsih. Awalnya, dia tidak terlalu memedulikan apa yang dirasakannya. Namun, akhirnya dia menyadari ada yang tidak berfungsi dengan salah satu bagian tubuhnya terkait dengan saraf.
Dia baru mengetahui setelah terkena penyakit neuropati, yaitu jenis carpal tunnel syndrome (CTS). "Seandainya saya melakukan deteksi dini, tentunya kondisi saraf saya akan lebih baik," ujarnya, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saraf merupakan sistem pendukung (support system) dalam tubuh. Fungsi berbagai organ penting dalam tubuh, seperti denyut jantung, tekanan darah, gerakan saluran pencernaan, serta menerima rangsangan dari luar, dikoordinasikan dalam sistem tersebut, yaitu saraf.
Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Pusat, dr Manfaluthy Hakim SpS(K), menjelaskan, sistem saraf ini merupakan bagian yang memberikan fungsi penting, yakni sistem sensorik, motorik, dan otonom. Itulah yang membuat sistem saraf sebagai penunjang segala aktivitas dalam tubuh manusia.
Dia menjelaskan, sistem tersebut terdiri atas saraf pusat dan saraf tepi (perifer). Namun, tidak banyak yang menyadari fungsi penting dari sistem saraf tepi yang merupakan penghubung antara saraf pusat (otak dan sumsum belakang) dan seluruh organ tubuh (organ dalam, mata, pendengaran, penghidu, kelenjar keringat, kulit, dan otot).
Gangguan pada saraf tepi, dia melanjutkan, mengakibatkan perintah otak tidak sampai pada organ tubuh yang dituju. "Apabila saraf tepi mengalami kerusakan maka akan muncul berbagai gejala. Kondisi seperti inilah yang disebut dengan neuropati."
Neuropati, menurut dia, dapat terjadi pada saraf sensorik, motorik, otonom, atau campuran. Gejalanya adalah kesemutan, keram, rasa terbakar, kaku, kulit kering atau mengilap, kelemahan otot, dan mati rasa. "Kalau sampai terjadi kelemahan sulit sekali mengobatinya dan membutuhkan waktu lama. Di samping itu, kemampuan regenerasi saraf hanya satu milimeter sehari. Jadi, kalau diobati, tidak bisa satu sampai dua pekan, butuh berbulan-bulan."
Ada beberapa jenis neuropati, yaitu karena penuaan, diabetes melitus (DM), serta defiesiensi vitamin B. Ada lagi penyebab neuropati, yaitu karena infeksi suatu penyakit, trauma, atau penjepitan saraf.
Faktor risiko neuropati perifer sekitar 50 sampai 70 persen penderita diabetes. Faktor lainnya meliputi gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi minuman beralkohol, usia lanjut, terpapar racun, defisiensi vitamin (vitamin B1 dan B12), aktivitas dengan gerakan berulang, trauma, penyakit ginjal, hati, dan tiroid.
Kerusakan saraf tepi ini tentunya sangat memengaruhi kualitas hidup, mengurangi kemampuan dalam beraktivitas, dan menghambat pencapaian hasil yang maksimal. Akibat lainnya adalah penurunan kekuatan motorik dan penurunan sensasi rasa. Akibatnya, pasien mudah terluka, impotensi, depresi, penurunan berat badan, luka, dan CTS.
Di tempat terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Lily S Sulistyowati MM mengatakan, neuropati dapat muncul akibat defisiensi vitamin dan gaya hidup modern yang kurang aktivitas fisiknya. Keterbatasan gerak akibat neuropati tergantung pada saraf tepi yang terkena.
Saat ini, menurut dia, banyak pasien penyakit tidak menular, termasuk neuropati, yang berusia muda. Karena itu, deteksi dini penting dilakukan guna mengetahuinya lebih awal untuk pencegahan penyakit bertambah parah. "Saya imbau masyarakat untuk secara aktif menjaga kesehatan," ujar Lily.