REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Indonesia Medical Education Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Budi Wiweko mengatakan saat ini Indonesia mengalami beban sangat berat pada penyakit katastropik. Penyakit tersebut menghabiskan dana jaminan kesehatan nasional sebesar 70 persen.
Penyakit katastropik yang memakan biaya besar itu merupakan penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, strok, kardiovaskular dan kanker, kata Budi Wiweko usai seminar Technology Transfer Office di Jakarta, Kamis (15/8). Dalam menghadapi masalah tersebut, ujar Budi, maka riset dan inovasi dapat berperan dalam memberikan solusi untuk bisa mencegah sedini mungkin yakni terkait deteksi dini.
"Sedapat mungkin memanfaatkan pusat-pusat riset yang ada untuk mengembangkan biomarker yang tidak invasif untuk mendeteksi risiko penyakit seseorang, misalnya diabetes melitus, kardiovaskular, kanker. Sehingga mata rantai itu bisa dipotong. Siapa yang bisa melakukan itu? Ya, pusat riset dan inovasi," tuturnya.
Riset dan inovasi merupakan salah satu kunci untuk membangun layanan kesehatan yang berkualitas di Indonesia, kata Budi yang biasa disapa Ikoitu
Untuk pelayanan kesehatan yang lebih dini lagi adalah mendeteksi kondisi potensi penyakit yang mungkin terjadi pada bayi baru lahir, ujarnya.
Iko menuturkan seharusnya ketika seorang bayi lahir, sudah dapat diketahui bayi itu berpotensi menderita penyakit kronik atau tidak. Deteksi dini tersebut dapat dilakukan dengan riset yakni dengan menggunakan big data, Genomika, Bioinformatika dan sebagainya dalam melakukan analisis informasi, data klinik dan lainnya.
Dengan begitu, maka bisa memetakan bayi yang baru lahir berpotensi menderita penyakit tertentu atau tidak. Jika diketahui bayi tersebut berpotensi menderita suatu penyakit, maka bisa memodifikasi gaya hidup dan lingkungan seperti kebutuhan olahraga, pola makan, termasuk paparan asap rokok dan alkohol.