Jumat 03 May 2019 15:36 WIB

Peneliti Sebut Tes Urine Berpotensi Gantikan Pap Smear

Tes urine secara prinsip telah terbukti bisa mendeteksi virus HPV seandal pap smear.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Sampel urine (ilustrasi)
Sampel urine (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak sedikit perempuan yang risih melakukan pap smear untuk mendeteksi adanya kanker serviks. Selama ini, proses pengambilan sampel sel leher rahim mengharuskan perempuan berbaring mengangkang di kursi pemeriksaan pasien.

Kabar baiknya, kanker serviks kemungkinan nantinya bisa dideteksi lewat urine. Para peneliti menemukan tes urine mungkin sama efektifnya dalam mencegah kanker serviks sebagai pemeriksaan organ intim.

Mereka percaya terobosan itu akan menyelamatkan nyawa karena mendorong lebih banyak perempuan untuk mau di-skrining. Apalagi, proses pengambilan sampelnya dapat dilakukan secara pribadi di rumah dan kemudian dikirim ke laboratorium.

Skrining bertujuan untuk mengidentifikasi sel-sel abnormal yang berisiko berkembang menjadi kanker sehingga dapat diobati sebelum tumor terjadi. Skrining juga bertujuan mencari human papilloma virus (HPV) risiko tinggi, infeksi yang menyebabkan 99,7 persen kanker serviks.

Sebanyak 104 perempuan yang menjalani kolonoskopi di klinik St Mary's Hospital, Manchester berpartisipasi dalam penelitian ini. Mereka di-skrining dengan dua merek alat tes HPV. Sekitar dua per tiga perempuan terbukti positif HPV jenis risiko tinggi dan sepertiga lainnya terdeteksi HPV-16 atau HPV-18.

Dari total objek penelitian, sebanyak 18 perempuan mengalami kondisi pra-kanker serviks dan membutuhkan terapi. Dengan alat uji HPV keluaran Roche, urine, sampel vaginal mandiri, dan apusan serviks sampel mendeteksi 15 kasus dari 18 perempuan tersebut. Sedangkan alat uji HPV produksi Abbott, urine mengenali 15 kasus dan sampel vaginal mandiri serta apusan serviks mendeteksi 16 kasus.

Itu artinya, peluang mendeteksi virus HPV cukup imbang dengan alat tes apa pun. Pemimpin studi Dr Emma Crosbie mengatakan, hasil tersebut memberikan bukti prinsip yang menarik bahwa tes HPV urine juga dapat mengambil sel pra-kanker serviks. Namun, ia membutuhkan penelitian dalam lingkup yang lebih luas sebelum bisa diterapkan dalam skrining oleh NHS, lembaga kesehatan Inggris.

“Kami benar-benar sangat senang dengan penelitian ini, yang kami pikir memiliki potensi untuk secara signifikan meningkatkan tingkat partisipasi untuk skrining kanker serviks dalam kelompok demografis utama. Banyak wanita muda menghindari program skrining kanker serviks NHS karena mereka merasa malu atau tidak nyaman," ujarnya seperti dilansir dari laman The Sun.

Kampanye untuk mendorong perempuan menghadiri skrining serviks telah membantu. Kampanye yang brilian oleh mendiang aktris Jade Goody meningkatkan jumlah kehadiran sekitar 400 ribu perempuan di Inggris.

“Tapi sayangnya, efeknya tidak bertahan lama dan tingkat partisipasi cenderung turun kembali setelah beberapa saat. Kami jelas membutuhkan solusi yang lebih berkelanjutan,” kata Crosbie.

Penyakit menghancurkan

Crosbie menjelaskan urine sangat sederhana untuk dikumpulkan dan sebagian besar rumah sakit memiliki akses ke peralatan laboratorium untuk memproses dan menguji sampel. "Mari kita berharap ini adalah babak baru dalam perjuangan kita melawan kanker serviks, penyakit yang menghancurkan dan merusak."

Para peneliti menemukan wanita lebih suka memberikan sampel urine daripada melakukan tes smear. Mereka mengatakan, pengujian urine cenderung lebih murah karena tidak memerlukan dokter atau perawat untuk mengambil sampel.

Kepala Eksekutif Jo's Servical Cancer Trust, Robert Music, mengatakan tes urine memiliki potensi untuk meningkatkan penyerapan tetapi diperlukan uji coba yang lebih besar.

“Jika tes urine ditemukan seakurat metode pengujian saat ini dan lebih menarik bagi wanita, maka itu bisa menjadi inovasi positif. Dengan tingkat kehadiran yang sangat rendah, kemajuan yang dapat mengubah ini sangat penting.”

NHS mengundang wanita berusia 25 hingga 49 tahun untuk skrining serviks setiap tiga tahun dan mereka yang berusia 50 hingga 64 setiap lima tahun.

Delapan dari sepuluh wanita muda yang telah menunda atau menghindari tes mengatakan mereka merasa "sadar tubuh", menunjukkan banyak "mati karena malu". Temuan uji coba dipublikasikan dalam jurnal BMJ Open.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement