Jumat 04 Jan 2019 13:41 WIB

Belanda, Pribumi, dan Dua Alun-Alun Kota Malang

Alun-alun sering memberikan pengumuman dari orang-orang kabupaten.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Suasana Alun-alun Kota Malang atau Alun-alun Kotak, Rabu (2/1).
Foto:
Alun-alun Bunderan atau Alun-alun Tugu Kota Malang. (Foto: Wilda Fizriyani/Republika)

Sistem alun-alun di Jawa

Sementara sisi barat dan timur lebih pada filosofi "neraka dan surga". Semisal di sisi barat alun-alun Kota Malang terdapat masjid dan gereja sebagai lambang hubungan ketuhanan. Sementara di sisi timur, alun-alun saat itu terdapat penjara perempuan.

Menurut Devan, sistem alun-alun di Jawa pada dasarnya harus demikian. Namun jika ditelisik lebih lanjut, terdapat hal yang janggal di sisi utara alun-alun Kota Malang. Pendopo pemerintah kabupaten Malang tidak lagi berada di sisi utara tapi geser ke timur. 

"Kenapa pindah ke timur? Itu yang acak-acak Belanda karena mereka tidak memikirkan konsep itu tapi lebih orientasi ekonomi. Mereka pun memindahkan pendopo yang saat ini menjadi bangunan Sarinah ke sisi timur," terang Devan.

Di sisi utara, kata dia, Belanda justru mendirikan tempat hiburan Societeit Concordia. Tempat bermain billiar ini acap disebut "kamar bola" oleh masyarakat setempat untuk memudahkan pengucapan. Lokasi tersebut selanjutnya menjadi tempat kongres Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 1947.

Alun-alun terus berkembang, lokasi yang semula untuk kepentingan Belanda justru mulai bergeser. Karena telah menjadi pusat keramaian, alun-alun pun seperti diambil-alih oleh pribumi. Entah karena warisan karakter atau bukan, warga setempat mulai berdagang di kawasan tersebut.

"Lama kelamaan akhirnya terlihat kumuh. Itu yang dagang di situ sudah ada sejak lama. Lah masa iya, ini alun-alun atau pujasera? Sekarang saja mulai diamankan (steril dari pedagang)," ujar Devan.

Menurut Devan, penggusuran pedagang di alun-alun sebenarnya telah dilakukan pemerintah Belanda. Mereka telah berulangkali melakukannya tapi pedagang terus kembali lagi menguasai kawasan. Hingga akhirnya, Belanda pun mulai risih dan mendirikan kota madya atau praja Malang pada 1 April 1914.

Lokasi yang dahulunya hutan mulai dipercantik dan dijadikan pusat perkotaan baru, Kota Malang. Di wilayah yang dipimpin wali kota berkebangsaan Belanda ini, mereka mendirikan balai kota, termasuk alun-alun bundar di depannya. Alun-alun konsep ini hanya sekedar lapangan berbentuk bundar tanpa tugu sama sekali di masanya.

"Kemudian didirikan HBS atau SMA-SMA Tugu kalau sekarang lokasinya. Terus ada pusat pertahanan yang sekarang tempat KOREM dan sebagainya. Ada lagi Splendid Hotel dan stasiun kota baru untuk kereta. Di sini, Belanda mulai mendirikan lokasi yang lebih eksklusif termasuk alun-alun baru bundaran tersebut," jelasnya.

Penyebutan Tugu Malang sendiri mulai hadir di masa pascakemerdekaan. Kawasan yang semula hanya lapangan bundar berumput ini mulai dibangun tugu kemerdekaan di 17 Agustus 1946. "Pak Karno bentuk tugu ini agar anak-anak Malang memperingati kemerdekaan. Dan tugu ini memang sempat dibom di agresi militer lalu kemudian dibangun lagi dan terus diperbaiki hingga saat ini," tutup dia.

 

Untuk ulasan lebih lanjut tentang Tugu Malang silakan tinjau:

https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/03/08/p59lna335-mengenang-sejarah-tugu-di-kota-malang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement