Kamis 16 Nov 2017 09:22 WIB

KPAI Paparkan Penyebab Maraknya Kasus Kekerasan pada Anak

Rep: Dea A Soraya/ Red: Indira Rezkisari
Ketua KPAI, Susanto
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Ketua KPAI, Susanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandung NW (30) kepada putranya GW (5) di Jakarta Barat menyita perhatian masyarakat. NW melampiaskan kekesalannya terhadap GW karena mengompol dan terus menangis. NW menyemprotkan obat antinyamuk ke putranya agar diam, justru berujung ke kematian sang buah hati.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak kerap terjadi di beberapa tempat, meskipun UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah secara jelas mengatakan bahwa pemerintah daerah wajib melakukan segala upaya termask pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak.

"Dengan adanya UU tersebut, seharusnya Pemerintah dapat menciptakan dan mengembangkan program berbasis masyarakat agar perlindungan anak menjadi sebuah budaya, bukan sekedar program negara saja. Karena itu bisa menjadi landasan untuk mewujudkan Indonesia yang ramah anak," kata Susanto.

Menurut Susanto, terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak, baik dari faktor ekternal, internal hingga kejiwaan pelaku. Untuk menghindari berkelanjutannya kesus kekerasan pada anak ini, Susanto menghimbau orang tua untuk menanamkan pemikiran bahwa anak bukanlah milik pribadi ataupun aset. Anak, lanjut dia adalah amanah dari Tuhan yang seharusnya dididik dan difasilitasi dengan baik agar mendapatkan masa depan yang terjamin, tentunya dengan hidup aman, nyaman, sehat dan berakhlak mulia.

"Karena dianggap sebagai amanah, maka setiap anak yang lahir harus dijaga oleh keluarga sebagai pelaku perlindungan anak yang paling utama. Cara pandang seperti itu harus diinternalisasikan kepada seluruh masyarakat, karena jika anak dipandang sebagai milik atau aset, maka kasus anak yang dimanfaatkan untuk kepentingan jangka pendek atau eksploitasi tidak akan terhentikan," kata dia.

Mengeksploitasi anak juga menjadi fenomena yang mengkhawatirkan dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Susanto menurutkan, tindakan ekploitasi pada anak dapat disebakan beberapa faktor, seperti keretakan hubungan suami dan istri, dan konsisi keluar dengan perekonomian sulit.

Cara terbaik bagi orang tua untuk menghindari keinginan eksploitasi anak, kata Susanto adalah menanamkan pemikiran bahwa anak nantinya akan berperan sebagai pelaku pembangunan dan penerus bangsa, maka harus dijaga dengan baik. Selain itu, pemikiran bahwa menjaga tumbuh kembang anak dengan baik adalah kewajiban setiap orang tua juga perlu ditanamkan sejak awal, bahkan sebelum memutuskan untuk menikah.

"Anak adalah titipan dan amanah Tuhan yang perlu dijaga dan dirawat untuk siap menjadi pemimpin di masa depan, bukan hanya dijaga untuk sekedar bertahan hidup," kata dia.

Sebelumnya, KPAI sempat mengunjungi NW, pelaku kekerasan terhadap anak, yang tak lain adalah ibu korban. NW mengaku menyesali perbuatannya. Dalam pertemuannya tersebut, NW bercerita mengenai permasalahannya. "Keadaannya sangat down, sangat stres, dan sangat menyesali perbuatannya," kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati ketika dihubungi Republika.co.id pada Selasa (14/11).

Rita menuturkan bahwa kondisi NW yang tidak bekerja selama dua bulan ini memicu stres. Kemudian NW mencurahkan kekesalannya pada anak. Selain itu kondisi NW sebagai orang tua tunggal, menjadikan NW tidak mudah percaya pada orang lain untuk membicarakan permasalahannya. NW juga terlihat masih takut untuk berbicara mengenai kondisinya, sehingga kepolisian melakukan pendekatan terlebih dahulu agar NW bisa berbagi pada Rita.

"Sebenarnya sekolah tahu bahwa anak sudah mengalami KDRT, namun dari NW menutup diri, hingga akhirnya kejadian tersebut terjadi," lanjut Rita.

Rita menuturkan, bahwa anak NW, GW (5 tahun) tidak memiliki kepribadian yang buruk. Namun NW memang kerap melampiaskan kekesalannya terhadap GW. Kekesalan NW memuncak saat sebulan terakhir ini GW kembali mengompol. Saat ini NW berada di Kaporles Jakarta Barat. Sebagai tersangka, NW akan dijerat pasal 80 ayat 3 dan pasal 76 C dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

"Kondisi GW yang kembali mengompol ini menunjukan bahwa dia memiliki kecemasan, harusnya NW menyadari hal tersebut." tutur Rita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement