Sabtu 30 Sep 2017 07:02 WIB

Dampak Buruk Pernikahan Anak di Bawah Usia

Child Protection Program Manager Plan International Indonesia, James Ballo
Foto: Dokumentasi Plan International
Child Protection Program Manager Plan International Indonesia, James Ballo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Ajeng Raviando menuturkan saat ini fenomena perkawinan usia anak di bawah 18 tahun tidak hanya terjadi di pedesaan, tapi juga diperkotaan. Laporan dari UNICEF dan Badan Pusat Statistik (BPS) 2016 mengungkapkan satu dari tujuh anak perempuan yang hidup di daerah perkotaan menikah sebelum usia 18 tahun.

Menurut dia, perkawinan anak menyebabkan terputusnya fase masa remaja. Seharusnya pada fase itu merupakan fase bagi perkembangan fisik, emosional, kognitif dan sosial mereka.

Namun mereka sudah dihadapkan pada beban tanggung jawab rumah tangga, baik sebagai istri maupun seorang ibu. “Memasuki kehidupan rumah tangga di usia remaja bukanlah hal yang mudah. Anak yang menikah sebelum 18 tahun seringkali dianggap sebagai orang dewasa dan harus memikul tanggung jawab yang sangat besar," kata Ajeng dalam keterangannya, Jumat (29/9).

Ajeng berkata, perkawinan usia anak juga sering membuat anak perempuan berhadapan pada berbagai persoalan rumah tangga yang berujung pada perceraian. "Hal ini dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, atau mendorong mereka untuk memiliki pikiran untuk bunuh diri,” ujar Ajeng.

Seorang anak seharusnya mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak dimana ia terlindung dari berbagai macam bentuk kekerasan. Berdasarkan laporan UNICEF, anak perempuan yang menikah sebelum berumur 18 tahun enam kali lebih sedikit kemungkinannya untuk menyelesaikan sekolah menengah dibanding perempuan yang menikah setelah berumur 18 tahun.

Plan International Indonesia, organisasi nonprofit yang bergerak di bidang pemenuhan hak-hak anak dan kesetaraan anak perempuan memiliki proyek pencegahan perkawinan anak bernama “Yes I Do”. Proyek ini sudah berjalan selama lima tahun bersama Rutgers WPF Indonesia dan Aliansi Remaja Independen. Child Protection Program Manager Plan International Indonesia, James Ballo mengatakan, proyek ini diharapkan dapat mencegah perkawinan usia anak dengan mengkapasitasi anak dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, pemberdayaan ekonomi dan partisipasi anak muda yang bermakna.

Ia berkata, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga diperlukan untuk mencegah kehamilan dini, yang juga sering menjadi penyebab perkawinan anak. Aktivitas pemberdayaan ekonomi seperti pemberian pelatihan soft skill dan technical skill diberikan ke anak perempuan agar dapat mengakses pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Selain itu, pencegahan perkawinan usia anak juga didukung dengan Komite Perlindungan Anak Desa (KPAD), kelompok kerja kolaborasi antarberbagai unsur masyarakat dan pemerintah yang didirikan untuk melindungi anak dari kekerasan dan pembuatan mendorong agar anak-anak dapat tercatat kelahirannya. Termasuk mempromosikan prototype pencatatan kelahiran online (pembuatan akta lahir) untuk mencegah adanya pemalsuan umur.

“Bersama para penggiat muda pencegahan perkawinan anak, Plan International mengajak anak perempuan Indonesia turut dalam girls leadership yang merupakan bagian dari gerakan global Because I Am A Girl untuk memberikan edukasi tentang dampak perkawinan anak," kata dia.

Ia menuturkan, Plan Intenational ingin mengajak generasi muda Indonesia untuk berperan aktif mencegah perkawinan anak, sehingga mereka bisa menjadi generasi yang aktif, kreatif, dan produktif yang mampu bersaing di masa depan. Menurut dia, generasi muda perlu mengetahui salah satu dampak terbesar dari perkawinan anak adalah terhentinya pendidikan, yang akan mengakibatkan mereka tidak mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak.

"Bila hal ini terjadi, maka siklus kemiskinan akan terus berlanjut ke generasi berikutnya,” kata James.

Sanita Rini, salah satu penggiat muda pencegahan perkawinan anak yang berhasil melepaskan diri dari tradisi perkawinan anak di daerahnya, Rembang, Jawa Tengah mengungkapkan faktor kemiskinan dan tradisi terus mendorong terjadinya perkawinan di bawah umur. Ia mengisahkan, saat berusia 13 tahun, orang tuanya meminta Sanita menikah dengan laki-laki pilihan mereka, dengan harapan setelah menikah ia akan mengurangi beban finansial keluarga.

"Walau tidak mudah, saya memberanikan diri untuk menolak dan memilih untuk melanjutkan pendidikan karena saya sadar pentingnya pendidikan untuk meningkatkan derajat keluarga," kata dia.

Sanita mengaku sedih melihat teman-teman saya yang menjadi korban perkawinan anak harus putus sekolah, bercerai di usia muda bahkan ada yang meninggal karena melahirkan di usia yang belum matang. "Dari situlah saya bersama komunitas dan KPAD melakukan sosialisasi mengenai dampak perkawinan anak. Kami berhasil menggerakkan pemerintah desa mengeluarkan peraturan desa untuk tidak menikahkan anak sebelum usia 18 tahun,” cerita Sanita Rini yang saat ini aktif dalam Youth Coalition for Girls, koalisi yang membantu anak perempuan untuk dapat menjalani potensi dalam dirinya.

Di kesempatan yang sama, Founder Komunitas CeweQuat Bunga Mega menyatakan, setiap remaja perempuan memiliki potensi yang sangat besar dalam dirinya. Karena itu, mereka seharusnya mendapatkan dukungan untuk mengoptimalkan potensi yang ada di dalam dirinya agar menjadi generasi yang mampu berkontribusi di masa depan.

Ia menjelaskan, pernikahan adalah suatu fase yang harus dipikirkan dengan penuh perencanaan dan memerlukan kedewasan dari kedua belah pihak, bukan sebagai jalan pintas mengakhiri beban finansial karena perempuan bukanlah komoditi. Perempuan adalah gerbang pertama pendidik generasi bangsa.

"Jika mereka memiliki kesempatan mengenyam pendidikan yang tinggi, maka Indonesia akan memiliki generasi yang lebih cerdas dan maju,” ucap dia.

Menjelang Hari Anak Perempuan International yang jatuh pada 11 Oktober, Plan International Indonesia ingin mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam mencegah praktik perkawinan anak di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement