REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metode pemberian makan Baby Lead Weaning (BLW) saat ini mulai banyak dipilih oleh ibu muda dan para selebritas Tanah Air. Metode ini adalah salah satu alternatif pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) di mana bayi memilih dan makan sendiri dengan tangannya, tanpa bantuan sendok (disuapi) oleh orang tuanya.
Umumnya pilihan makanannya adalah potongan sayuran atau buah. Metode ini sebenarnya sudah lama ditemukan, dipelopori oleh Gill Rapley sekitar 10-15 tahun lalu.
Ide awalnya adalah konsep back to nature, yaitu bayi akan menyapih sendiri selepas dari ASI eksklusif. Dr Lucia Nauli Simbolon SpA dari RSAB Harapan Kita mengatakan, manfaat BLW sebenarnya belum pernah diteliti melalui penelitian dalam skala cukup besar. Sehingga sampai saat ini manfaat dan aspek keamanannya belum jelas.
Studi-studi tentang BLW sebatas studi observasional yang memiliki kekuatan bukti terendah, di mana disebutkan BLW dapat membentuk pola makan sejak dini dan menjaga berat badan ideal anak.
“Karena belum ada bukti yang kuat, kami dokter anak berpandangan bahwa dalam pemilihan metode pemberian MPASI, kita sebaiknya berpedoman pada panduan WHO dan IDAI yaitu ASI eksklusif 6 bulan dan setelah dimulai dari pemberian makanan lembek, dan kemudian secara bertahap makanan kasar (tumbuk) dan diharapkan di usia 1 tahun anak sudah siap dengan makanan seperti orang dewasa,” jelas dr. Lucia dalam acara Diskusi Plus Minus Baby Lead Weaning di Jakarta, (4/9).
Pemberian MPASI harus bertahap karena menyesuaikan perkembangan fisik, oromotorik, kondisi saluran penceranaan dan juga emosi anak. Dari sisi kesiapan fisik misalnya si anak sudah menunjukkan refleks ekstrusi (melet) sudah jauh berkurang, kepala sudah tegak, sudah mampu duduk tanpa/hanya dengan sedikit bantuan.
Dari sisi psikologis misalnya ada perpindahan dari reflektif ke imitatif (menirukan), anak sudah mandiri dan banyak melakukan gerakan eksploratif, ada keinginan makan dengan cara membuka mulut, rasa lapar dengan memajukan tubuhnya ke depan atau tidak berminat atau kenyang dengan menarik tubuh.
"Pemberian MPASI tidak boleh terlambat atau terlalu cepat. Tepat waktu, dalam arti saat ASI eksklusif berakhir, maka kebutuhan gizi anak tidak dapat lagi dipenuhi melalui ASI sehingga harus didapatkan dari makanan pendamping," jelas dia.
Jumlahnya harus cukup dari variasi gizi harus mengandung kandungan energi, protein, makronutrien, mikronutrien. MPASI juga harus aman, disiapkan dan disimpan dengan cara higienis dan diberikan dengan tepat artinya memperhatikan sinyal rasa lapar dan kenyang.
“Tidak boleh ada gangguan saat makan, misalnya dengan memberikan gawai, dan tidak boleh memaksakan. Ketika 10-15 menit anak sudah tidak mau makan, hentikan dan nanti ulangi 2-3 jam kemudian,” lanjut dr. Lucia.