REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Kini Taiwan menjadi salah satu destinasi menarik yang patut diperhitungkan. Untuk wilayah yang berada di kawasan Asia Timur, Taiwan memiliki biaya hidup yang lebih murah dibandingkan beberapa wilayah di kawasan Asia Timur lainnya seperti Jepang, Korea, dan Hongkong.
Pertimbangan lainnya, Taiwan juga tengah gencar mempromosikan wisata ramah dan nyaman terhadap pelancong Muslim ke negara berjuluk 'Formosa' tersebut. Sehingga Indonesia pun, sebagai negara berpenduduk Muslim besar menjadi salah satu negara yang turut dibidik Taiwan.
Seperti yang dilakukannya akhir pekan ini, Taiwan yang kini tengah memperkenalkan kebijakan selatan mereka atau Southbond Policy kepada negara-negara Muslim, mengadakan program pertukaran pemuda muslim 2017 atau Muslim Youth Camp ke negara berpenduduk Muslim di Asia Tenggara yakni Indonesia, Malaysia, Brunei.
Ada sekitar 33 pemuda Muslim yang diundang Pemerintah Taiwan untuk mengenal lebih jauh Taiwan sebagai negara yang ramah kepada pelancong Muslim. 33 orang pemuda dari berbagai latar belakang itu pun diajak berkeliling ke berbagai destinasi di Taipei yang ramah terhadap Muslim, dan kurang lebih 92 titik di negara Formosa tersebut yang telah besertifikasi halal.
Sehingga,Taiwan bisa menjadi pilihan berlibur yang aman dan nyaman bagi wisatawan dari Indonesia yang rata-rata beragama muslim.
Namun begitu, istilah 'bumi dipijak, disitu langit dijunjung' haruslah tetap dipegang oleh pelancong Muslim, dari Indonesia khususnya. Meski Taiwan belum banyak diakui sebagai negara, karena masih dianggap bagian negara Cina, Taiwan yang wilayahnya sub tropis, masyarakatnya cenderung lebih maju daripada Cina itu sendiri.
Boleh dikatakan pemikiran masyarakat Taiwan maju seperti barat, namun tanpa meninggalkan peradaban aslinya sebagai penduduk yang ramah kepada para pendatang. Begitu yang dirasakan penulis yang juga menjadi peserta program pertukaran pemuda Muslim 2017 di Taiwan saat berkunjung selama enam hari di sana.
Sejak tiba di Bandar Udara Taoyoun Internasional, petugas imigrasi Taiwan juga menunjukan sikap ramah kepada para pendatang dari luar Taiwan ke negaranya tersebut. Tak lupa mereka juga tak sedikit menunjukkan murah senyum mereka kepada orang lain yang tak mereka kenali.
Namun demikian, jangan kemudian berpikir bisa seenak hati selama berkunjung di Taiwan. Sebab, masyarakat Taiwan boleh dikatakan sangat tertib dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak hari pertama di Taiwan, penulis mendapati kesibukan masyarakat Taiwan di hari-hari kerja mereka. Meski lenggangnya jalanan kota Taipei, masyarakat sangat tertib dan disiplin terhadap peraturan dan rambu lalu lintas di sana.
Para pejalan kaki di Taiwan tidak akan menyeberang selain di tempat penyeberang jalan yakni zebra cross dan menunggu saat rambu lampu penyeberang jalan bertanda hijau menyala. Para penyeberang jalan juga dengan tertib bergantian, tidak menyalip, berlarian atau bergerombol ketika hendak menyeberang. Mereka bahkan mendahulukan para lanjut usia atau penyandang disabilitas terlebih dahulu untuk menyeberang.
Selain itu, para pengendara sepeda motor juga banyak terdapat di Taiwan seperti di Indonesia. Hanya para pengendara sepeda motor di sana begitu tertib dan menaati peraturan lalu lintas tanpa berusaha menyerobot pengendara lain.
Begitu pun soal macet, Taiwan juga seperti halnya di Indonesia yang begitu padat saat di jam-jam sibuk, terutama jika sedang hujan. Namun menariknya, meski padat tak ramai bunyi klakson terdengar sepanjang jalan kota Taipei, hanya mobil ambulans yang biasa terdengar bunyinya di jalanan kota Taipei.
Para pengendara sepeda motor maupun mobil di Taipei juga sangat rapih dalam memarkirkan kendaraannya. Meski tidak ada polisi maupun tukang parkir, para pengendara dengan kesadaran hanya memarkirkan kendaraannya di tempat yang diperbolehkan dan sangat teratur.
Jika itu kondisi jalanan kota Taipei, mari bergeser ke masyarakat Taiwan yang menggunakan transportasi umum. Di Taiwan sendiri terdapat transportasi yang biasa digunakan yakni Mass Rapid Transit (MRT) dan bus umum.
Penulis sendiri berkesempatan mencoba menggunakan MRT Taiwan yang jalur nya berada di bawah tanah atau beberapa di jalan layang. Untuk tarif MRT di Taiwan bagi pengguna baru yang tak memiliki kartu, bisa membeli koin metro MRT dengan tarif 20 NTD (Dollar Taiwan) atau Rp 8 ribu untuk jalur paling pendek beberapa stasiun.
Pengguna harus memastikan berapa stasiun yang akan dilewati kemudian membayarnya sejumlah stasiun yang dilalui tersebut. Kemudian mengetapnya di pintu masuk, kemudian memasukkan koin tersebut di pintu saat keluar stasiun MRT.
Sebagai catatan bagi yang menggunakan MRT, pasti akan menggunakan tangga biasa atau eskalator untuk menuju stasiun MRT. Harap diperhatikan, kebiasaan masyarakat Taiwan yang biasa berjalan di jalur kanan.
Begitu pun dengan eskalator yang kerap digunakan masyarakat terbagi menjadi dua bagian. Masyarakat Taiwan kerap hanya menggunakan lajur kanan eskalator dengan teratur berbaris meski penuh atau tengah dalam jam padat. Sedangkan jalur kiri dikosongkan khusus untuk mereka bagi orang yang hendak mendahului atau bergegas berjalan meski dengan eskalator.
Selain itu, seperti halnya di Indonesia, ada beberapa tempat di transportasi umum yang memang dikhususkan untuk para penyandang disabilitas, orang lanjut usia, dan ibu hamil. Hanya masyarakat di sana, benar-benar mengosongkan kursi tersebut meski tak ada pengguna kursi tersebut.
Karenanya, jika ingin berlibur dengan nyaman, penting juga untuk memahami kebiasaan masyarakat setempat disana. Hal ini jika anda tidak ingin merasa terlihat aneh oleh masyarakat di sana.