REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Informasi Wisata Taiwan, Fanny Low, menargetkan bisa menarik hingga 65 ribu orang wisatawan asal Indonesia pada akhir 2019 melalui pariwisata ramah Muslim. Wisatawan Muslim Indonesia yang mengunjungi Taiwan masih relatif sedikit.
"Pada 2018 ada sekitar 210 ribu orang Indonesia pergi ke Taiwan, dibandingkan dengan hampir 400 ribu turis yang mengunjungi Jepang, kami melihat Indonesia bisa jadi pasar potensial besar," kata Fanny, Rabu (16/10).
Fanny menjelaskan dari 210 ribu orang Indonesia itu yang pergi ke Taiwan, hanya sekitar 53 ribu orang yang merupakan wisatawan, sementara sisanya adalah pekerja migran. "Sebagai gambaran, jumlah turis yang mengunjungi Taiwan secara keseluruhan mencapai 11 juta orang, dengan sekitar dua juta orang dari Jepang, dan 800 ribu orang dari Korea," ujar Fanny.
Karena itulah, ia menggenjot promosi pariwisata ramah Muslim yang menyediakan sejumlah fasilitas penunjang sesuai kebutuhan wisatawan Muslim, seperti restoran dan penginapan yang tersertifikasi halal, juga tempat ibadah. "Saat ini kami mempunyai lebih dari 200 hotel dan restoran yang sebagian mempunyai sertifikat halal, dan sebagian lainnya kami sebut ramah Muslim," kata Fanny.
Sementara itu, pesohor media sosial (influencer) Richa Etiqa Ulhaq, yang sempat tinggal di Taiwan selama dua tahun untuk menjalani pendidikan tinggi, menilai negara itu sudah cukup siap dengan slogan destinasi ramah Muslim. Richa menuturkan, pekerja restoran atau hotel di Taiwan terbuka dan bersedia memberikan fasilitas ramah Muslim ketika diminta, terutama untuk makanan halal, jika mereka belum menyediakannya secara khusus.
Selain hal itu, untuk urusan ibadah sehari-sehari, Richa mengaku bisa melaksanakan shalat di mana saja tanpa terganggu. "Masyarakat Taiwan tidak masalah ketika misalnya saya shalat di MRT. Masjid dan mushala kecil juga banyak tersedia," kata Richa.