Sabtu 13 May 2017 07:11 WIB

Mengenal Tahap Perkembangan Sosial Emosional Anak

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Dokter Spesialis Anak dari Rumah Sakit Bunda, Jakarta, dr Markus Danusantoso, SpA.
Foto: dok ELC
Dokter Spesialis Anak dari Rumah Sakit Bunda, Jakarta, dr Markus Danusantoso, SpA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak Anda malu bertemu dengan orang lain? Bahkan dengan teman-teman seusianya dia enggan bertatap muka? Anda harus waspada.

Sebab hal tersebut bisa jadi berarti kemampuan sosial emosional anak Anda belum baik. Dokter Spesialis Anak dari Rumah Sakit Bunda, Jakarta, dr Markus Danusantoso, SpA mengatakan selama praktik, ia sering menemukan anak yang kemampuan sosial emosionalnya rendah. Misalnya saat diajak bicara, walaupun anak menjawab, namun matanya tidak fokus kepada si penanya.

Dia menjawab sambil melihat hal lain. Menurutnya hal seperti ini tidak boleh dibiarkan. “Karena anak mempunyai memori, dia menganggap itu benar dan boleh dilakukan, sehingga bisa menjadi kebiasaan,” jelasnya dalam acara “Develop Social and Emotional Skills Through Playing” yang diselenggarakan Early Learning Centre (ELC), sebagai penyedia mainan yang membantu perkembangan anak, di Jakarta, belum lama ini.

Ia menjelaskan periode emas untuk mengoptimalkan perkembangan sosial emosional anak adalah dari usia nol sampai tiga tahun. Jika lebih dari tiga tahun maka otak anak sudah berkembang sempurna, sehingga lebih sulit untuk kembangkan sosial emosional anak. “Jadi diharapkan sebelum tiga tahun, anak-anak sudah dioptimalkan sebaik-baiknya sosial emosionalnya,” tambahnya.

Menurutnya, tahap perkembangan sosial emosional anak bisa dilihat sejak bayi. Sejak bayi anak bisa memberikan berbagai macam ekspresi. Sejak lahir bayi bisa menunjukkan perasaannya misalnya kalau senang dia akan tersenyum, sebaliknya kalau marah atau merasa kesakitan dia akan menangis. Begitu juga saat bosan atau ketakutan ekspresinya mulai sangat bervariasi.

Misalnya ketika dia lapar dan mau minum susu. Awalnya ada tanda tidak terlalu terlihat yang dinamakan soft sign. Tapi kalau jeli orangtua bisa terlihat menggeliat, mulut dibuka, kepala tengok kanan kiri.

Namun, kalau orangtua tidak melihat, maka masuk ke tahap pertengahan dimana anak sudah merasa sangat lapar, namun ibunya belum juga memberikan susu. Dalam tahap ini anak mulai meregangkan tubuh, bergerak lebih aktif dan tangan mulai masuk mulut.

Jika dalam tahap itu anak masih diabaikan, dia akan marah, menangis keras, gelisah bahkan menegangkan badan sampai kulit kemerahan. “Sejak bayi baru lahir sudah berlaku seperti itu anak-anak kita juga bisa seperti ini. Awalnya soft sign, lama kelamaan marah-marah,” jelasnya.

Misalnya, awalnya anak hanya ingin makan, dia bilang, 'minta makan dong mama'. Mamanya masih saja sibuk. Lama-lama anaknya bicaranya keras. “Mama minta makan,” sambil sedikit berteriak. Tapi Mamanya masih sibuk dan bilang nanti dulu nak. Akhirnya anaknya marah sambil berkata, “mama bagaimana sih.”

Sejak tujuh bulan, bayi mulai mengenal suasana sekitar yaitu orang-orang terdekat. Akhirnya takut dengan orang lain yang tidak dikenal. Atau saat satu tahun mulai percaya diri orang sekitar sangat menbantu kesulitan dia. Sayang sama dia. Anak mulai belajar berjalan, bermain dan merasa aman.

“Bagi dia enggak apa-apa. Bagi kita bahaya. Secara develop mental dia percaya kalau yang jaga dia akan membantu dia,” ujarnya yang juga menjadi ELC Child Development Specialist.

 

Perkembangan sosial emosional selanjutnya, di usia lebih dari satu tahun, dia mulai menunjukkan lebih banyak ekspresi. Misalnya malu kalau ditegur, senang bisa ekspresikan kegembiraan. Saat selesaikan puzzle misalnya dia akan terlihat sangat bahagia dan mempunyai rasa bangga.

Anak juga akan mulai bisa bermain symbolic play, imajinasi sambil menelpon dia memegang sandal atau sepatu, seolah itu telepon. Anak yang memiliki perkembangan sosial emosional juga bisa bermain parallel play yaitu main dengan mengajak teman, main bersama. Mereka juga menunjukkan bisa bermain associative play yaitu bermain bersama teman bisa saling berhadapan main sana sini. Tapi tidak mengacau.

Anak usia hingga lima tahun juga mulai bisa melakukan cooperative play, yaitu kerjasama dalam bermain sesuatu misalnya menyusun lego, main bersama. Dan perkembangan lainnya adalah mereka bisa melakukan pretend play, yaitu bermain peran misalnya sebagai dokter, pasien dan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement