Jumat 15 Jul 2016 05:15 WIB

Menata Kota dengan Warna

Kampung Jodipan yang sebelumnya kumuh kini terlihat indah dan dijuluki 'Kampung Warni-Warni'.
Foto:
Tangga warna-warni di Kampung Jodipan.

Penggagas 'Kampung Warna-Warni' adalah sekelompok mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tergabung dalam Guys Pro. Salah satu inisiator Guys Pro, Salis Fitria menyatakan, ide program pengecatan rumah itu muncul, awalnya hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah. Dia bersama tujuh temannya mendapatkan tugas dosen untuk membuat sebuah kegiatan dengan menggandeng klien perusahaan.

Ide itu muncul setelah ia melakukan penelusuran di dunia maya untuk melihat 'Kampung Warna-Warni' di luar negeri, seperti kawasan Izamal (Meksiko), Nyhavn (Denmark), St John (Kanada), Cinque Terre (Italia), dan kawasan serupa di negara lain. Setelah melihat kawasan permukiman padat yang dikonsep dengan penataan warna secara menarik itu, Salis terinspirasi untuk menerapkannya di Kampung Jodipan.

Setelah memilih beberapa klien, pihaknya berhasil berkolaborasi dengan sebuah perusahaan cat untuk mengadakan CSR. Dengan berpatokan riset yang sudah dibuat, dipilihlah Kampung Jodipan dengan alasan teknis yang disesuaikan dengan misi perusahaan cat.

Salis melanjutkan, setelah terjun ke lapangan, ia miris melihat kondisi Kampung Jodipan. Itu lantaran Jodipan  terrmasuk kawasan kumuh yang terletak di jantung Kota Malang. Dia dan teman-temannya juga dihadapkan beberapa masalah, salah satunya kegemaran warga membuang sampah ke Sungai Brantas.

Warga beralasan tidak tersedianya tempat pembuangan sampah (TPS) membuat mereka bertindak praktis dan mudah saat membuang sampah. Salis bersama rekannya pun berpikir untuk menciptakan lingkungan yang bersih, indah, dan berwarna di sebuah lokasi yang termasuk permukiman padat. Hal itu wajib dilakukan untuk dapat menggugah kesadaran warga agar lebih peduli dengan lingkungan tempat tinggalnya.

"Mengapa pilih Jodipan? Karena Jodipan menjadi satu dari 11 kelurahan di Kota Malang yang dikategorikan sebagai kampung kumuh. Selain itu berdasarkan riset kami dari wawancara, sebanyak 90 persen warga kerap membuang sampah ke sungai karena lokasi TPA yang jauh dari lokasi," katanya.

Salis menyatakan, peresmian program itu dimulai pada 22 Mei dan baru tanggal 6 Mei pengecatan dilakukan. Setelah berhenti karena pekerja libur Lebaran, kata dia, pengecatan dimulai lagi pada 14 Juli. Karena tak ingin terlihat monoton, kata Salis, dilakukan juga pembuatan mural di salah satu tangga masuk di RT 09 RW 2 Kampung Jodipan.

Selain itu, demi mempercantik Jodipan, gapura di pintu masuk juga diwarnai. Tujuannya dari semua agar Kampung Jodipan semakin hidup dan lebih berwarna. Sehingga, ia mengharapkan, warga di sana nantinya bangga untuk merawat wilayahnya dan meninggalkan kebiasaan buruk mencemari sungai dengan sampah. Ternyata, kata dia, programnya itu sanggup menyita perhatian banyak pihak, karena mengubah sebuah permukiman kumuh menjadi indah tidak membutuhkan biaya besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement