Senin 02 Nov 2015 14:09 WIB

Pendiri Lonely Planet Napak Tilas Perjalanannya dengan Maskapai Bujet

Pendiri Lonely Planet, Tony Wheeler.
Foto: EPA
Pendiri Lonely Planet, Tony Wheeler.

REPUBLIKA.CO.ID, Tony Wheeler mulai membuat serial buku panduan wisata Lonely Planet tahun 1973, setelah berangkat dari London menggunakan minivan, menyetir lewat "jalur backpacker hippie" di Asia dan akhirnya tiba di Sydney,  di mana dia dan istrinya Maureen hanya punya uang 27 sen.

Setelah menjual perusahaan Lonely Planet senilai 133 juta dolar AS kepada BBC pada 2007, Wheeler (66) tak perlu lagi bepergian secara hemat.

Kendati demikian, awal tahun ini dia menggunakan 22 maskapai penerbangan murah berbeda dari London ke Melbourne, Australia, perjalanan epik napak tilas pertamanya selama sebulan penuh.

Rasanya sama sekali tidak romantis, bangku pesawat yang sempit, keamanan bandara yang merepotkan dan penundaan jadwal. "Tapi saya menikmatinya, saya benar-benar menikmatinya," kata Wheeler dalam wawancara di sela-sela Ubud Writers and Readers Festival di Bali.

Buku barunya yang belum diterbitkan juga berisi tentang sejarah perjalanan udara di kawasan, serta pertumbuhan mengejutkan maskapai penerbangan murah dan karakter-karakter yang memulainya.

Tony dan Maureen mulai membuat buku panduan berdasarkan jurnal pengalaman perjalanan mereka. Buku-buku yang awalnya dibuat untuk generasi backpack muda yang ingin menjelajahi Asia berubah seiring berjalannya waktu.

"Buku-buku awal kami tulis sendiri. Setelah kami bertambah tua, mapan dan punya anak, buku-bukunya turut berubah seperti kami. Ini bukan kebijakan yang disengaja. Kami berubah, begitu pula buku-bukunya."

Wheeler mengaku kecewa dengan cara BBC menangani Lonely Planet, yang dijual murah ke miliuner Brad Kelley, pengusaha tembakau Kentucky, pada 2013.

"Itu adalah bencana. Mereka membeli mobil Lonely Planet. Mereka seharusnya mengisi bensin dan mengendarainya. Bukannya masuk ke mobil dan berkata 'apa yang harus kita lakukan?' Ayo menyetir pelan-pelan."

Meski demikian dia mengatakan bahwa industri panduan perjalanan telah matang. "Tak ada yang akan melakukan apa yang kami lakukan bertahun-tahun lalu. Jika kau ingin melakukan sesuatu sekarang, pasti akan menjadi sesuatu yang berbeda yang belum pernah dilihat orang. Saya belum tahu apa itu, bila saya tahu, akan saya lakukan."

Apa yang terus dia lakukan adalah bepergian dan menulis. Saat Wheeler pertama kali mendengar Presiden George W. Bush berbicara tentang "axis of evil". pikiran pertamanya adalah "saya harus ke sana!"

Hasilnya adalah buku "Bad Lands" yang terbit pada 2010, berisi perjalanannya ke negara Iran, Irak dan Korea Utara serta setengah lusin negara dengan reputasi buruk.

Dia melanjutkan dengan buku "Dark Lands" di mana dia mengunjungi negara-negara disfungsional. Kriteria umum untuk tempat-tempat seperti ini adalah "tempat menegangkan" dan menantang serta berisiko untuk dimasuki, ujar dia seperti dilansir kantor berita Reuters.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement