REPUBLIKA.CO.ID, Toilet training adalah proses ketika anak belajar untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) di toilet selayaknya orang dewasa. Tim ahli di Rumah Main Anak, Dewi Kumalasari menilai proses penyapihan dan toilet training pada anak sebaiknya tidak dilakukan bersamaan. Keduanya membutuhkan adaptasi luar biasa dari pihak ibu maupun anak.
"Jadi, ibu sebaiknya pilih salah satu, apakah mau sapih atau toilet training dulu," katanya, Jumat (2/10).
Ada sejumlah tanda-tanda fisik yang menunjukkan anak sudah siap untuk menerapkan toilet training. Biasanya mereka berusia 1,5 tahun. Apa saja tanda-tanda fisik tersebut?
Pertama, anak menunjukkan ekspresi ketika ingin BAK dan BAB. Kedua, anak sudah jarang bahkan tidak pernah BAB di popok pada malam hari. Ketiga, popok anak cenderung kering ketika bangun tidur atau setelah dua jam pemakaian. Keempat, anak sudah bisa memakai dan melepas pakaiannya sendiri. Dia juga sudah bisa membahas pemakaian toilet.
Kesiapan mental anak untuk toilet training misalnya ditunjukkan sikap anak memilih memakai celana dalam ketimbang popok. Mereka memberi tahu ayah atau ibunya ketika ingin buang air. Jika masih pakai popok, anak biasanya meminta orang tua untuk mengganti popok mereka karena sudah kotor.
Apabila penerapan toilet training dinilai belum memungkinkan, maka ibu bisa melakukan penyapihan terlebih dahulu pada anak. Ibu harus kreatif menyiapkan cara-cara atau kondisi lain yang bisa membuat anak nyaman tanpa harus menyusuinya.
Biasanya, kata psikolog di Al-azhar Kelapa Gading ini, anak akan menangis jika tak mendapatkan apa yang diinginkannya. Jika anak menangis keras, bisa jadi memang itu tanda dia belum siap untukdisapih. Namun, jika tangisannya hanya sebagai cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, maka ibu perlu mengambil langkah baru.
Jika ibu terbiasa memberikan apapun yang diinginkan anak saat dia menangis, tentu ini tidak baik ke depannya. Sesekali jangan memberikan apa yang diminta anak dengan cara menangis.