Selasa 12 May 2015 19:26 WIB

Agar Anak Mau Mendengar Anda

Anak dimarahi orang tua (ilustrasi).
Foto: Foto : Mardiah
Anak dimarahi orang tua (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ini bukan situasi yang asing: Anda membiarkan anak-anak menyalakan TV sebelum mereka berangkat ke sekolah. Ketika Anda meminta anak untuk bersiap-siap, dia akan merengek, “Hanya sepuluh menit lagi. Boleh? Tolooooooong!“

Yang kemungkinan terjadi, Anda akan berteriak: “Tidak, kamu berhenti menonton. Titik.” Anak Anda berusaha membujuk. Dan Anda akan berteriak, “Kataku tidak!” Kemudian, anak Anda mengemis lagi, dan Anda berkata, “Kamu sudah punya waktu nonton televisi lebih banyak dari adikmu. Kamu tidak bersyukur.”

Episode seperti itu biasa terulang setiap hari. Apakah ada cara yang lebih baik? Ada. Berikan mereka batasan dan biarkan anak-anak tahu rencana Anda sebelumnya. Beritahu anak seperti ini: “Setelah kamu menggosok gigi dan berpakaian rapi dan siap untuk pergi, kamu dapat menonton TV sebentar, sementara aku mengenakan pakaian adikmu. Nah, kamu akan tepat waktu untuk sekolah.”  Selalu beritahu anak rencana Anda sebelumnya dan apa yang Anda harapkan ia lakukan.

Di lain waktu, anak Anda yang sebelumnya tampak bergembira bermain meniup gelembung dengan seorang teman, tiba-tiba menyerbu ke dalam ruangan, meratap. "Ani tidak memberi aku giliran bermain!". Mungkin Anda tergoda mengatakan sesuatu seperti, 'Tidak ada alasan untuk menangis seperti ini'. Alih-alih tenang, anak Anda menangis lebih kencang dan kemungkinan merusak suasana bermain tersebut.

Yang terjadi sebenarnya: Anda tidak mendengarkan anak. “Semua orang ingin tahu mereka telah didengar dan dimengerti,” kata Adele Faber, pengarang How to Talk and Liberated Parents, Liberated Children, seperti dikutip dari www.parentsindonesia.com. Meminta anak untuk berhenti menangis, menunjukkan pesan bahwa perasaannya tidak penting. Anak-anak sering menangis (atau merengek, berteriak, atau menginjak-injak) karena mereka tidak dapat berkomunikasi mengapa mereka marah atau tidak tahu bagaimana menangani emosinya. “Anda harus memberi mereka kata-kata untuk mengungkapkannya,” kata Faber.

Cara yang lebih baik? Tatap mata anak untuk mengetahui perasaannya, dan akui perasaannya itu. “Sepertinya kamu benar-benar putus asa/kecewa/sedih/marah.” Dan tahan lidah Anda untuk tidak memberikan nasihat (Kamu harus…), membela temannya (Ani juga layak mendapat giliran), atau mulai berfilsafat (Itulah hidup). Diskusikan bersama anak bagaimana cara yang adil baginya dan temannya.

Kalimat seperti, “Kamu tidak pernah mendengarkan Mama.” dan “Berapa kali Mama harus memberitahumu?” menjadi tertanam dalam otak kita dan sepertinya keluar secara otomatis saat menghadapi anak. Kita perlu sedikit latihan untuk berhenti mengucapkan banyak kata-kata. Tapi itulah intinya: dengan mengubah cara kita berbicara kepada anak-anak, sehingga mereka tidak hanya memahami apa yang kita katakan, tetapi benar-benar ingin mendengarkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement