Selasa 11 Dec 2012 10:14 WIB

Anak Tunggal Pasti Manja? Belum Tentu, karena...

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Endah Hapsari
Anak tunggal/ilustrasi
Foto: naturalparentsnetwork.com
Anak tunggal/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Anak tunggal pasti manja, ingin menang sendiri dan jarang yang bisa mandiri. Seperti itulah stereotipe yang menempel pada seorang anak tunggal. Dapatkah kesan tersebut dipatahkan? 

Psikolog Harfiah Putu Ponco MPsi percaya anak tunggal tak melulu akan tumbuh seperti itu. Anak semata wayang berbagi peluang yang sama dengan anak yang memiliki saudara kandung untuk menjadi anak yang tidak kolokan, mau berbagi, dan mandiri. 

Sifat, karakter, dan kepribadian seseorang se sungguhnya terbentuk oleh pengasuhan dan interaksinya dengan lingkungan. Penjelasan tersebut tentunya menentramkan hati orang tua yang memiliki satu anak saja. Harfiah melihat kebanyakan ayah dan ibu di perkotaan lebih banyak yang enggan memiliki banyak anak. Kebutuhan hidup yang terus meningkat membuat orang tua masa kini cenderung ketat memerhitungkan kemampuan mereka untuk membiayai anaknya. 

Memiliki hanya satu atau dua anak dalam kondisi seperti ini tentu menjadi pilihan yang cukup bijak. Dalihnya memang jelas, demi masa depan anak yang lebih terjamin. “Yang tetap harus diingat, setiap anak punya rezeki masing-masing jadi jangan takut punya anak,” ujar Harfiah. 

Dari segi pengasuhan, merawat si tunggal tidak jauh berbeda dengan membesarkan kakakberadik. Apalagi, anak tunggal sedikit mempunyai kemiripan karakter dengan si sulung di tahuntahun pertamanya. Saat itu, anak sulung masih sendiri dan menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar. Segala keinginannya akan selalu dipenuhi dan perilakunya dimaklumi. 

Perasaan teristimewa akan tumbuh jika orang dewasa di sekelilingnya memang memperlakukan dia bak raja dalam jangka waktu yang lama. Perlakuan spesial untuk anak tunggal bisa memberikan efek negatif dan juga positif untuk ke depannya. Anak bisa tumbuh kurang mandiri jika terbiasa diistimewakan. Peluang untuk menjadi individu penuntut juga cukup besar. 

Di lain sisi, memberikan perhatian yang besar tidak sama dengan mengekang dan membatasi gerak anak. Jika dibiarkan, anak nantinya kurang terampil ketika terpisah dengan ayah dan bundanya. Hanya memiliki satu anak bisa menjadikan orang tua menumpuk harapan besar. 

Apalagi, pada budaya dan golongan ekonomi tertentu, anak adalah pewaris utama usaha keluarga besar. Jika hal ini tidak diungkapkan dengan baik, si tunggal akan hidup di bawah tekanan. “Anak tetap manusia biasa. Biarkan dia bereskplorasi sesuai tahapan umurnya,” ungkap Harfiah. 

Positifnya, anak tunggal bisa tumbuh menjadi seorang yang penuh motivasi. Ia selalu ingin menjadi yang terbaik dalam segala bidang. Hal ini tentu bagus sepanjang ananda melakukannya de ngan cara yang baik. Di titik ini, orang tua berperan penting menanamkan nilai-nilai etika yang bisa diterapkan untuk mendapatkan segala keinginannya. 

Target utama ketika mengasuh si tunggal adalah melatihnya menjadi pribadi yang mandiri. Kemandirian diartikan dengan mampu membuat pilihan pribadi dan mau bertanggung jawab terhadap segala risiko. Tanamkan kepribadian ini melalui hal-hal sederhana sejak usia dini. Ajari buah hati untuk memakai kebebasannya dengan penuh rasa tanggung jawab. Misalnya, tuntun dia untuk selalu membereskan mainannya jika sudah selesai digunakan. “Pastikan dia mengerti dan menaati aturan yang kita tetapkan,” ujar Harfiah. 

Terapkan aturan dengan menggunakan metode tarik-ulur. Berikan kesempatan untuknya menyampaikan aspirasi. Buatlah anak percaya bahwa dia juga punya hak untuk berperilaku sesuai kehendaknya. Ciptakan komunikasi terbuka melalui diskusi yang cair.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement