Sabtu 21 Apr 2012 19:11 WIB

Tips Konsistensi ala Lampu Lalu Lintas agar Anak Mendengar

Orang tua harus konsisten, peringatkan anak sebelum menjatuhkan konsekuensi. Bila tetap tak menghiraukan, pastikan konsekuensi itu diberikan sebagai bukti keseriusan ucapan orang tua.
Foto: ourkids.net
Orang tua harus konsisten, peringatkan anak sebelum menjatuhkan konsekuensi. Bila tetap tak menghiraukan, pastikan konsekuensi itu diberikan sebagai bukti keseriusan ucapan orang tua.

REPUBLIKA.CO.ID,  Tak mau mendengarkan, atau cuek, menjadi salah satu keluhan utama yang diungkapkan para orang tua saat ini terhadap anak-anak balita dan anak-anak usia sekolah. Orang tua sering kali berkomentar mereka harus mengulang permintaan beberapa kali atau meninggikan suara demi mendapat perhatian anak-anak. 

 

Padahal sedikit perubahan dalam cara orang tua mengontrol perilaku anak-anak mereka dapat membuat perubahan besar. Salah satu yang disarankan oleh Thomas M. Reimers, ahli tumbuh kembang anak dan masalah keluarga dari Amerika Serikat (AS) ialah menggunakan analogi lampu hijau, merah, dan kuning lalu-lintas dengan tepat untuk menegaskan aturan maupun mengantarkan pesan kepada anak-anak anda.

 

Apakah itu lampu kuning atau merah?

 

Orang tua, andalah pengantar pesan atau pengatur lampu lalu-lintas bagi anak-anak. Lampu lalu-lintas sesungguhnya di jalan dapat diprediksi dengan tepat dari hijau, ke kuning, lalu merah. Bayangkan jika lampu lalu lintas berubah secara acak. Anda tidak akan pernah tahu kapan waktunya berhenti atau berjalan.

 

Begitupula sebaiknya orang tua, semakin tanda anda terprediksi oleh anak, maka perilaku anak pun dapat semakin terkendali. Ketika lampu anda menyala hijau, anak-anak dapat bermain dan melakukan urusan mereka.

Namun lampu anda akan berubah kuning ketika anda mulai menyampaikan permintaan. Jika anak anda tidak mendengar  atau mempedulikan, maka nyalakan lampu merah, peringatan atau konsekuensi segera datang bila anak terus mengabaikan. "Jika kamu tidak melakukan ini....itu yang akan terjadi,"

 

Semakin sikap anda konsisten dan terprediksi kepada anak-anak yang membantah dengan diikuti konsekuensi, atau sikap peduli diikuti tindakan apresiasi positif, maka perilaku anak juga terprediksi. Mereka, menurut Thomas akan lebih peduli, hirau, dan terkendali.

 

Anak-anak sangat menyukai waktu bersenang-senang dan ingin melakukan terus menerus. Sekali orang tua meminta mereka untuk mengakhiri itu, anak bisa menganggap mereka telah dicegah dari bersenang-senang.

Respon anak bermacam, mulai dari merengek, protes, hingga tantrum. Jika anak tahu perilaku rengekan dapat mengubah ''nyala lampu'' orang tua,  risikonya mereka akan terus menggunakan itu untuk mendapat apa yang mereka mau. Di sinilah konsistensi orang tua diperlukan, agar anak mengerti betapa seriusnya perkataan orang tua. Tidak berarti tidak, ada pelanggaran berarti ada konsekuensi tegas.

 

Hijau ke Kuning ke Merah Lakukan berurut dengan konsisten

 

Ketika lampu lalu-lintas bekerja dengan benar, waktu perpindahan dari nyala hijau ke kuning ke merah bisa diprediksi dengan baik. Arus kendaraan pun lancar.

Begitu pula jika anak melihat orang tua mereka bisa dipegang dan konsisten, mereka paham apa arti 'nyala lampu' orang tua. Hijau, artinya bebas, menjadi kuning ''muncul sebuah perintahl" hingga merah alias " jatuhnya konsekuensi".

 

Ini akan melatih anak-anak memutuskan kapan mereka dapat berhenti atau terus. Mereka jadi terlatih menyadari bahwa pilihan mereka pun memiliki konsekuensi.

Risiko Lampu berkedip Kuning Terus 

 

Kok lampunya kuning terus tak berubah? Membingungkan bukan. Beberapa orang tua kadang membuat berbagai permintaan, instruksi, atau bahkan ancaman diikuti oleh berbagai peringatan.

Namun, ujung-ujungnya mereka memberi konsekuensi yang terlambat atau tidak pernah sama sekali. Risikonya, sekali anak mengetahui 'nyala lampu' orang tua menyala kuning dalam periode lama,mereka tak punya alasan untuk berhenti. Pasalnya mereka tahu orangtua mereka tak akan pernah 'menyalakan tombol merah'.

 

Sikap tidak pasti orang tua mendorong anak tak menghiraukan orangtua atau menjadi pembantah. Orangtua yang akhirnya terlanjur terjebak dengan "lampu kuning" sering kali frustasi dan meledak, menjatuhkan konsekuensi yang lebih bersifat menghukum daripada yang seharusnya diberikan. Dampaknya, gara-gara protes atau demi mengubah pendiran orang tua, perilaku negatif anak bisa meningkat.

 

Hijau Langsung ke Merah? Sebaiknya Jangan

 

Ini yang perlu diwaspadai orang tua. Kadang orang tua membawa sikap otoritas dan dapat diprediksi. Hanya saja kelewat jauh, melompat langsung pada hukuman. Sikap ini dapat menyebabkan perilaku negatif anak menurun tapi secara temporer dan kemudian muncul lagi.

Bagaimanapun rasa ketakutan tidak sehat bagi anak dan memunculkan perasaan tidak adil. Anak pun harus mendapat kesempatan untuk didengar.

 

Memberi peringatan sangat membantu anak. Peringatan berfungsi sebagai kesempatan berpikir mengenai keputusan apa yang akan mereka ambil. Cara ini mengajari mereka memahami konsekuensi spesifik setiap sikap yang mereka lakukan.

Sikap orang tualah yang menentukan bagaimana anak mendengar, kemudian berpikir hingga bertindak dengan tanggung jawab. Satu yang pasti, itu tidak bisa diperoleh jika orang tua sendiri bersikap tak tentu arah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement