Jumat 02 Apr 2010 22:43 WIB

Mengapa Kata Ha-ha-ha Dimengerti Orang Seluruh Dunia?

Rep: cr2/ Red: Ririn Sjafriani
Bayi bisa tertawa tanpa diajari, karena hal itu bisa terjadi secara spontan pada manusia dan jenis primata lain.
Bayi bisa tertawa tanpa diajari, karena hal itu bisa terjadi secara spontan pada manusia dan jenis primata lain.

WASHINGTON--Tertawa identik dengan kondisi psikologis yang menggambarkan ekspresi rasa senang, gembira dan bahagia. Dibalik itu terdapat pertanyaan serius terkait fenomena tertawa.

Misalnya, darimana asal muasal tertawa, apakah ketika lelucon pertama di dunia terucap atau ada alasan jauh lebih serius. Oleh karenanya, sebagian peneliti begitu tertarik untuk mengali lebih dalam tentang tertawa.

Tertawa bisa dibilang bentuk komunikasi primitif. Primata yang diduga sebagai kerabat jauh manusia juga tertawa. Demikian pula dengan anjing dan tikus.

Bahkan bayi sebelum belajar bicara, mereka lebih dulu tertawa.Tidak seorang pun tahu, siapa yang awalnya mengajari manusia tertawa. Anda hanya secara spontan melakukannya, bahkan Anda mungkin tertawa dengan ritme yang spesifik serta tersisip dalam percakapan yang serius.

Saat tradisi April Mop berlangsung, Anda secara spontan tertawa. Namun, yang mengejutkan, hanya 10 hingga 15 % orang yang tertawa karena seseorang membuat lawakan lucu.

"Tertawa lebih terkait pada respon sosial ketimbang reaksi dari sebuah lawakan. Tertawa berposisi diatas tindak sosial lain dan yang diperlukan untuk tertawa adalah orang lain," ujar Pakar Psikolog dari Universitas Maryland, Robert Provine, seperti dilansir AP, Jumat (2/3).

Selama bertahun-tahun, Provine menelusuri asal muasal tertawa."Semua bahasa mengambarkan secara tertulis tentang tertawa adalah ha-ha-ha. Tak peduli apakah anda berbahasa Mandari, Prancis, atau Inggris, setiap orang pasti mengerti makna tertawa. Dalam hal ini, terdapat bagian dari otak yang khusus memproduksi suara tertawa," ujarnya.

Ia mengungkapkan setiap bunyi "Ha" memakan waktu 1 hingga 15 detik. Tertawa cepat atau lambat dari waktu itu terdengar seperti bernafas atau apapun istilahnya.

Tuna Rungu misalnya, kata dia, tertawa tanpa mendengar, dan individu yang sedang berkomunikasi lewat ponsel tertawa tanpa bisa terlihat. Ilustrasi tersebut menggambarkan tertawa tidak tergantung satu indra saja namun lebih kepada interaksi sosial. "Tertawa berawal dari adanya sentuhan (kelitik)," sambung Provine.

Binatang Tertawa

Pakar Psikologi, Bowling Green University, Jaak Panksepp berpendapat tertawa merupakan hal yang menyenangkan sekaligus buah anugerah dari kehidupan.

Sebelumnya, riset  yang dipimpin Panksepp berupaya mengetahui bagaimana satu sentuhan membuat tikus tertawa. Awalnya, riset itu terlihat bodoh, bila Anda menyaksikannya di Youtube atau membacanya di Scientific Journal, Anda bakal tergelitik melihat kebenaran itu.

Dari video yang ditayangkan Youtube terlihat, Pankseep berulang kali mengelitiki tikus dan rupanya hewan pengerat itu begitu menyukainya.

Dengan percobaan pada tikus, Panksepp dan kolega dapat mengambarkan aktivitas apa yang berlangsung di otak selama tertawa, dan hasil riset menjanjikan penelitian lebih lanjut tentang kesehatan manusia.

Secara terpisah, Pakar Teknik asal Northwestern University biomedical Jeffrey Burgdorf mengungkap ketika tikus tertawa,  otak hewan pengerat itu memproduksi hormon mirip insulin namun diketahui mengandung zat antidepresi dan pengurang rasa takut.

Ia menduga, hal yang sama juga terjadi pada manusia. Khusus hal ini, kata Burgdorf, kalangan medis diharapkan mampu meneliti lebih lanjut zat kimia pada otak untuk mengembangkan obat untuk mengatasi masalah depresi dan rasa ketakutan berlebih pada individu. Walau demikian, peneliti sepakat tertawa tetaplah obat yang terbaik.

Ditempat berbeda, Dr. Margaret Stuber, Psikiatri dari  University of California Los Angeles Medical School, menjalani riset yang fokus pada tertawa sebagai bagian dari usaha menyembuhkan pasien. Dia menemukan bahwa tertawa membantu seseorang membentuk perhatian dan mood.

"Tidak ada riset yang menunjukan tertawa secara langsung memberikan manfaat bagi kesehatan. Sebagian alasan menyebutkan sulit untuk memisahkan antara tertawa dengan mood yang bagus tapi itu bukanlah masalah, bukankah tertawa membuat mood anda baik, bukankah itu lebih dari cukup, " sambung Provine.

Meski riset tentang tertawa menjadi tantangan serius bagi peneliti. Tetap saja, sebagian dari kalangan peneliti beranggapan topik itu terlihat bodoh. Untuk alasan itu, Peneliti dari Northwestern, Burgdorf melihat tertawa sebagai respon emosional positif. Panksepp pun menerima anggapan Burgdorf sembari berujar,"Tidak ada uang untuk riset lelucon".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement