REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meluncurkan terobosan dalam upaya modernisasi pelayanan publik, yaitu sistem izin edar obat dan makanan yang sepenuhnya berbasis kecerdasan buatan (AI). Langkah ini ditempuh sebagai respons atas kebutuhan mendesak untuk mempercepat proses registrasi dan sertifikasi produk di Indonesia, yang selama ini kerap menjadi tantangan bagi pelaku usaha, khususnya sektor farmasi dan pangan.
Pemanfaatan teknologi AI ini diharapkan mampu memangkas waktu birokrasi, meningkatkan efisiensi, serta menjamin akurasi dan integritas data dalam pengambilan keputusan terkait keamanan dan kualitas produk yang beredar di masyarakat. Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, hal ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Inovasi tersebut juga dicatatkan di Musim Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai Lompatan Besar Layanan Publik Berbasis AI Pertama di Indonesia.
Menurut dia, perkembangan sains dan teknologi begitu luar biasa, dan penggunaan AI merupakan sebuah keniscayaan, sehingga pihaknya secara bertahap memanfaatkan teknologi itu. "Kita paham bahwa proses sertifikasi, proses registrasi, proses standardisasi maupun proses yang disebut proses rekognisi yang menjadi domain tupoksi kami yang berhubungan dengan obat dan makanan, itu telah memiliki database yang secara spesifik," kata dia di Jakarta pada Jumat (28/11/2025).
Sebagai contoh, kata dia, untuk kosmetik, tidak boleh mengandung merkuri atau bahan-bahan lainnya yang dapat merusak kulit. AI yang mereka gunakan, katanya, menyimpan set standar tersebut untuk diaplikasikan pada proses registrasi dan pengisian izin edar.
"Bahwa standar yang kita inginkan adalah standar A, B, C, D. Jadi dengan demikian model proses seperti itu kita juga sudah memitigasi. Mitigasinya itu apa? Kalau dia tidak sesuai standar pasti tertolak," kata Taruna.
Apabila lulus filter tahap pertama, katanya, ada mitigasi lainnya, yakni sistem surveilans post marketing. Pihaknya juga memiliki direktorat siber, direktorat intelijen dan penyidikan, dan dapat melakukan surveilans acak.
Jika pihaknya menemukan yang tidak sesuai, maka akan segera ditindak, seperti dengan mencabut izin pihak yang melanggar, mengumumkan produk-produk berbahaya ke publik, dan menempuh langkah hukum apabila dibutuhkan. "Dan nanti secara bertahap sistem ini akan diberlakukan kepada produk-produk yang lain. Apakah mungkin obat herbal terstandar, setelah itu suplemen, kemudian pangan, kemudian nanti obat-obatan," kata Taruna. Dia menyebutkan, pihaknya akan mengevaluasi penggunaan AI itu untuk program kerja tahun berikutnya.
View this post on Instagram