Jumat 14 Nov 2025 06:52 WIB

Studi: Kasus Lupus Mungkin Terkait Virus Epstein-Barr

Lupus dikenal sebagai penyakit misterius karena tidak memiliki satu penyebab pasti.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Yayasan Lupus Indonesia menggelar aksi sosialisasi penyakit Lupus di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (10/5). Menurut studi, virus Epstein-Barr (EBV) yang menginfeksi sekitar 95 persen populasi manusia, dapat memicu lupus dengan membuat tubuh menyerang sel-selnya sendiri.   (Republika/Agung Supriyantro)
Yayasan Lupus Indonesia menggelar aksi sosialisasi penyakit Lupus di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (10/5). Menurut studi, virus Epstein-Barr (EBV) yang menginfeksi sekitar 95 persen populasi manusia, dapat memicu lupus dengan membuat tubuh menyerang sel-selnya sendiri. (Republika/Agung Supriyantro)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru dari AS mengungkapkan salah satu virus paling umum di dunia bisa menjadi penyebab penyakit lupus. Menurut studi ini, virus Epstein-Barr (EBV) yang menginfeksi sekitar 95 persen populasi manusia, dapat memicu lupus dengan membuat tubuh menyerang sel-selnya sendiri.

Selama ini, lupus dikenal sebagai penyakit misterius karena tidak memiliki satu penyebab pasti dan belum ada pengobatan khusus untuk menyembuhkannya. Penemuan ini menambah bukti yang terus berkembang bahwa virus Epstein-Barr berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan jangka panjang, termasuk penyakit autoimun lainnya. Karena itu, para ilmuwan semakin gencar menyerukan pengembangan vaksin untuk melawan virus tersebut.

Baca Juga

"Jika kini kita lebih memahami bagaimana virus ini bisa menyebabkan penyakit autoimun, saya rasa sudah waktunya kita mencari cara untuk mencegahnya," kata Direktur Klinis Pusat Lupus di Universitas Columbia dr Anca Askanase seperti dilansir laman NBC, Jumat (14/11/2025).

Lupus terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri. Kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan berat, nyeri sendi, dan ruam kulit, serta pada kasus tertentu bisa mengakibatkan kerusakan ginjal atau melemahkan sistem imun tubuh sehingga rentan terhadap infeksi.

Para ilmuwan sebenarnya telah lama menduga adanya kaitan antara virus Epstein-Barr dan lupus, namun mekanisme pastinya belum pernah terungkap. Menurut dr William Robinson, penulis studi dan Kepala Divisi Imunologi serta Reumatologi di Universitas Stanford, penelitian ini mengisi bagian penting yang hilang dari teka-teki tersebut.

"Dari sudut pandang kami, ini adalah kunci meanisme yang selama ini dicari. Kami berpikir temuan ini berlaku untuk semua kasus lupus," kata Robinson.

Infeksi virus Epstein-Barr sering kali tidak menimbulkan gejala, terutama pada anak-anak. Virus ini menular terutama melalui air liur, misalnya saat berciuman atau berbagi minuman, makanan, peralatan makan, maupun sikat gigi. Setelah menginfeksi seseorang, virus ini akan menetap seumur hidup di dalam tubuh, biasanya dalam kondisi tidak aktif meskipun kadang bisa aktif kembali.

Penelitian sebelumnya juga telah mengaitkan Epstein-Barr dengan multiple sclerosis (MS). Meskipun bukan satu-satunya pemicu MS, virus ini diyakini menjadi bagian dari rangkaian peristiwa yang memicu penyakit tersebut.

Meskipun hampir semua orang terinfeksi Epstein-Barr, sebagian besar tidak pernah mengembangkan lupus atau penyakit autoimun lainnya. Robinson menduga, hanya strain tertentu dari virus tersebut yang dapat memicu reaksi autoimun.

Dalam penelitian ini, tim fokus pada sel B, jenis sel darah putih yang berfungsi melawan infeksi. Hasilnya menunjukkan, pada penderita lupus, jumlah sel B yang mengandung Epstein-Barr 25 kali lebih banyak dibandingkan pada orang tanpa lupus.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement