REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekosistem festival musik di Indonesia terus berjuang untuk tumbuh di tengah tantangan struktural dan regenerasi yang belum merata. Hal itu mengemuka dalam sesi “From Backstage to Onstage: Entering the Festival Ecosystem” di Jakarta Music Con 2025, pada akhir.
CEO dan Founder The Sounds Project, Gerhana Banyubiru, menilai regenerasi penonton dan pekerja kreatif menjadi kunci utama keberlanjutan industri. Menurutnya, komunitas kampus dan usia muda merupakan fondasi yang perlu dirawat.
“Usia 18–25 tahun itu usia aktif untuk menonton festival. Banyak yang bilang festival pertama mereka itu The Sounds Project, dan dari sana mereka mulai menjelajahi festival lain,” ujarnya.
Gerhana mengatakan, proses regenerasi itu tidak hanya terjadi di depan panggung, tetapi juga di balik layar. “Banyak staf di tim kami berawal dari volunteer, lalu magang, kemudian jadi staf tetap. Jadi selain regenerasi penonton, kami juga meregenerasi orang-orang di balik panggung,” kata dia.
Program volunteer dan internship yang dijalankan The Sounds Project menjadi pintu masuk bagi banyak anak muda untuk mengenal industri kreatif dari dekat. “Dari situ, mereka belajar profesionalisme, manajemen acara, sampai jejaring industri. Ini cara kami mengembalikan apa yang dulu kami dapat dari komunitas,” kata Gerhana.
Sementara itu, Ferry Darmawan dari Joyland Festival menyoroti minimnya dukungan konkret pemerintah terhadap dunia festival. Ia menyebut, hingga kini pelaku industri masih banyak menghadapi hambatan birokrasi dan biaya operasional yang tinggi.
“Sejauh ini belum ada dukungan signifikan dari negara. Tapi acara seperti ini, yang diinisiasi Kementerian Kebudayaan, mudah-mudahan bisa jadi langkah awal,” ujar Ferry.
Menurutnya, yang dibutuhkan bukan semata bantuan dana, melainkan kemudahan administratif dan kebijakan yang mendukung ekosistem kreatif. “Hal-hal sederhana seperti pemotongan biaya izin, logistik, sampai pajak. Itu saja sudah sangat membantu,” kata dia.
Ferry juga berharap adanya desentralisasi dukungan agar festival di luar Jakarta punya kesempatan yang sama untuk berkembang. “Jangan hanya festival besar di kota besar yang mendapat perhatian. Promotor di daerah juga butuh akses dan perlakuan adil,” ujarnya.
Ia menilai, keadilan ekosistem musik bukan hanya tugas negara, tapi juga tanggung jawab pelaku industri besar untuk membuka ruang kolaborasi.
“Promotor besar, musisi besar, semua harus bantu memperluas kesempatan buat teman-teman di daerah. Kalau enggak, regenerasinya berhenti di situ saja,” kata Ferry.
View this post on Instagram