REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Animator 3D asal Pakistan, Junaid Miran, memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana gugatan hukum terhadap tim produksi film animasi Indonesia Merah Putih: One For All. Keputusan ini disampaikan melalui kanal YouTube pribadinya, setelah sempat menuduh pihak pembuat film menggunakan karakter ciptaannya tanpa izin.
Sebelumnya, Junaid Miran mengunggah sebuah video yang menampilkan animasi bocah bernama Jayden, sosok yang disebut-sebut mirip dengan karakter dalam film Merah Putih: One For All. Dalam video tersebut, Jayden menyuarakan kekecewaan sang animator karena karyanya dipakai tanpa seizin dirinya.
"Orang-orang dari Indonesia mulai mengirimkan pesan-pesan kepada saya, banyak sekali pesan, ribuan. Mereka memberitahu kami bahwa mereka melihat seseorang dalam film baru berjudul Merah Putih: One For All," ujar tokoh Jayden mewakili suara hati Junaid.
“Awalnya aku berpikir, wow, aku berhasil masuk film. Itu luar biasa. Tapi begini masalahnya. Kami tidak mendapat telepon, email, bahkan surat pun tidak.” kata dia menambahkan.
Pernyataan ini langsung memicu simpati besar dari warganet, khususnya di Indonesia. Banyak yang mendorong Junaid untuk menempuh jalur hukum agar hak ciptanya dihargai.
Namun situasi berubah ketika Junaid akhirnya dihubungi langsung oleh Bintang Takari, kreator film Merah Putih: One For All. Dari pertemuan virtual itu, keduanya berdiskusi secara terbuka tanpa melibatkan pengacara. Junaid menyebut percakapan tersebut berlangsung sehat dan saling menghormati.
“Kita telah memenangkan pertarungan ini. Pencipta filmnya, Bintang Takari, telah menghubungi Junaid secara langsung. Mereka melakukan percakapan yang sehat dan saling menghormati, tanpa pengacara, tanpa permusuhan, hanya dua seniman,” ucap tokoh Jayden dalam video terbaru berjudul “We Won! Kita Berhasil!!”.
Kesepakatan akhirnya tercapai, tim Merah Putih: One For All siap memberikan kredit resmi kepada Junaid Miran atas karakter yang terinspirasi dari ciptaannya. Sebelum ada kesepakatan tersebut, Junaid sempat membuka donasi dengan menjual karakternya seharga 5 dolar AS (sekitar Rp81.770). Dana itu rencananya digunakan untuk membiayai proses hukum. Namun setelah persoalan selesai dengan jalan damai, ia memutuskan untuk mengembalikan semua uang donasi.
"Karena pertarungan ini tidak pernah tentang uang," ujarnya.
Ia menegaskan, pengembalian dana akan dilakukan secara bertahap melalui opsi refund yang disediakan. “Semua donasi itu akan dikembalikan nanti setiap Sabtu. Mengapa? Karena tujuan yang kita perjuangkan kini telah terselesaikan,” ujarnya.
Meski dana dikembalikan, Junaid memastikan masyarakat yang sudah membeli karakternya tetap bisa menyimpannya. Menurutnya, itu adalah bentuk rasa terima kasih kepada para pendukung, terutama warganet Indonesia yang memberikan semangat besar sejak awal kasus ini muncul.
Ia menyebut penghargaan berupa kredit resmi jauh lebih penting dibandingkan kompensasi finansial. Hal itu dianggapnya sebagai kemenangan bersama, baik bagi dirinya maupun komunitas kreatif internasional yang memperjuangkan penghargaan atas karya seni.